Pada masa Orde Lama yang berlangsung dari awal tahun 1950, mulai terjadi banyak perpecahan pada sistem sosial di Indonesia menyusul berakhirnya perjuangan bersama untuk menjaga kemerdekaan Indonesia. Perpecahan tersebut menyerang hampir seluruh lini mulai dari kultur, moral, tradisi, kekristenan, Marxisme, dan ketakutan bahwa masyarakat Jawa akan mendominasi dunia politik. Karena perbedaan ini, beberapa gerakan separatis mulai muncul dan menentang republik Indonesia, seperti misalnya Darul Islam yang ingin mendirikan Negara Islam Indonesia dan melakukan serangan gerilya pada tahun 1948 hingga 1962. Di Maluku juga terjadi hal yang sama, dimana masyarakat Ambon yang pada masa itu adalah bekas tentara Hindia Belanda menuntut kemerdekaan terhadap Republik Maluku Selatan. Hal yang sama juga muncul di Sumatera dan Sulawesi pada tahun 1955 dan 1961.
|
Perjalanan Demokrasi di Indonesia |
Perjalanan demokrasi di Indonesia dimulai dengan Demokrasi Liberal yang diterapkan pada tahun 1950 dimana saat itu terjadi banyak sekali pergantian kabinet, dimana kabinet paling sukses hanya dapat berjalan 2 tahun. Bahkan, pemilihan umum pertama yang dilangsungkan pada tahun 1955 gagal membawa kestabilan politik pada Indonesia.
Pada Oktober 1956, Soekarno melakukan kunjungan resmi ke Republik Rakyat Tiongkok dimana ia terpukau dengan perkembangan yang ada disana setelah perang sipil. Soekarno berkesimpulan bahwa hal ini dipengaruhi oleh kemampuan Mao Zedong untuk memimpin, dimana sentralisasi kekuatannya sangat kontras dengan kekacauan politik di Indonesia. Setelah pulang dari kunjungan tersebut pada 30 Oktober 1956, Soekarno membicarakan konsep barunya tentang sistem pemerintahan yang baru dimana 2 hari sebelumnya ia meminta partai-partai politik untuk dikubur. Awalnya, partai-partai tersebut menolak, tapi setelah diberi tahu bahwa mereka tidak harus dihancurkan, Partai Komunis Indonesia (PKI) memberikan dukungan mereka pada Soekarno.
Pada 21 Februari 1957, Soekarno membeberkan detil rencananya. Ia menekankan bahwa pada tingkat pedesaan, pertanyaan-pertanyaan harus diselesaikan dengan tujuan mencapai kosensus. Model pengambilan keputusan ini lebih cocok dengan Indonesia dibandingkan demokrasi ala barat. Dengan sistem yang kemudian menjadi tonggak sejarah demokrasi di Indonesia bernama Demokrasi Terpimpin ini, Soekarno menggambarkan bahwa ia akan memimpin para tetua desa pada level nasional.
Demokrasi terpimpin dicetuskan oleh Soekarno karena beberapa Sebab:
Alasan keamanan, yaitu beberapa gerakan separatis yang menyebabkan ketidakstabilan politik pada masa demokrasi liberal.
Alasan ekonomi, dimana penggantian kabinet saat demokrasi liberal diterapkan menimbulkan banyak perbedaan program, sehingga sektor ekonomi terhambat pembangunannya.
Alasan politik, dimana gagalnya penyusunan UUD yang beri demi menggantikan UUDS 1950.
Yang menjadi awal dari masa ini adalah Soekarno memerintahkan untuk kembali menggunakan UUD 1945 dan meninggalkan UUDS 1950. Perintah tersebut tentu saja menuai banyak protes dari anggota konstituante, meski tak sedikit juga yang setuju. Demi menyelesaikannya dengan adil, diadakan sebuah pemungutan suara oleh seluruh anggota dengan hasil 269 suara setuju untuk kembali menggunakan UUD ’45, dan 119 tidak setuju. Hasil voting yang berat sebelah itu menyimpulkan bahwa perintah Soekarno akan dilaksanakan.
Masa demokrasi terpimpin ini dipenuhi dengan kerjasama orang-orang atas PKI dengan kaum borjuis, dimana mereka menekan pergerakan yang dilakukan oleh para buruh dan juga petani-petani yang ada di Indonesia. Hal yang dilakukan oleh para borjuis dan pimpinan PKI ini gagal dan banyak efek domino yang terjadi seperti turunnya pendapatan ekspor, devisa yang terus turun cadangannya, inflasi yang terus melonjak naik, hingga korupsi yang terus terjadi. Terjadinya semua itu mendorong banyaknya demonstrasi yang digerakkan oleh para buruh, mahasiswa dan petani.
Pada 30 September 1965, terjadi sebuah insiden yang diberi nama “Gerakan 30 September” (G30S) yang menewaskan 6 perwira TNI yang paling senior saat itu. Setelah aksi ini ditutup dengan pembersihan komunis yang menewaskan 500.000 jiwa dan secara total menghancurkan PKI, Soekarno terpaksa melakukan transfer kekuatan politik dan militer kepada Soeharto. Soeharto akhirnya resmi ditunjuk sebagai presiden pada tahun 1968.
Meski naiknya Soeharto membawa kestabilan di bidang ekonomi dan politik, terjadi perubahan lagi dalam sejarah demokrasi di Indonesia dimana partai politik disederhanakan menjadi hanya tiga kekuatan besar yaitu: Partai Persatuan Pembangunan (PPP) yang adalah gabungan dari NU, PSSI, PERTI, dan Parmusi; Partai Demokrasi Indonesia (PDI), gabungan Partai Katolik, Parkindo, IPKO, PNI, Partai Murba, dan Golongan Karya (Golkar). Ini dilakukan untuk memberikan kestabilan bangsa dan negara karena pada masa Orde Lama terlalu banyak perbedaan pandangan politik hingga menyebabkan perpecahan yang hebat. Selama pemerintahan Orde Baru juga terjadi 6 kali pemilu yang masing-masing diadakan selama 5 tahun sekali mulai dari 1971 hingga 1997.
Sejarah demokrasi di Indonesia terus berlanjut hingga di masa reformasi. Masa ini diawali dengan mundurnya presiden Soeharto dan digantikan BJ Habibie pada tanggal 21 Mei 1998. Demokrasi pada era ini berlangsung terus menerus melanjutkan tradisi pada masa Orde Baru, yaitu setiap 5 tahun sekali. Meski begitu, jumlah partai yang ada semakin bertambah seiring waktu dan total partai terbanyak dalam pemilu adalah pada tahun 2009 yaitu 38 parpol nasional ditambah 6 parpol lokal di Aceh.
Ternyata cukup berliku ya perjalanan demokrasi di Indonesia, semoga artikel diatas dapat menambah wawasan dan pengetahuan kita semua. Selain itu semoga sistem demokrasi yang kita gunakan sekarang ini dapat mencerminkan asas dari sistem demokrasi yang sebenarnya. Mari bersama-sama kita dukung dan mengawasi kinerja pemerintahan yang ada, karena dalam demokrasi rakyatlah yang punya andil besar dalam kemajuan sebuah Negara