Menurut Suparlan (1994: 7) dalam penelitian etnografi, pengamatan terlibat merupakan metoda yang utama digunakan untuk pengumpulan bahan-bahan keterangan kebudayaan disamping metoda-metoda penelitian lainnya. Sedang pendapat penulis pengamatan terlibat merupakan teknik pengumpulan informasi (data) yang sangat penting dalam penelitian kualitatif untuk bidang psikologi, karena agar dapat menghayati perasaan, sikap, pola pikir yang mendasari perilaku subjek yang diteliti secara mendalam tidak cukup memadai apabila hanya dilakukan dengan wawancara. Keterlibatan langsung si peneliti dalam kehidupan sehari-hari dari subjek yang diteliti dapat memungkinkan hal-hal tersebut tercapai. Selanjutnya menurut Suparlan berbeda dengan metoda-metoda pengamatan lainnya, sasaran dalam pengamatan terlibat adalah orang atau pelaku ( subjek yang diteliti). Karena itu juga keterlibatannya dengan sasaran yang ditelitinya berwujud dalam hubungan-hubungan sosial dan emosional. Hal tersebut dilakukan dengan melibatkan dirinya dalam kegiatan dan kehidupan pelaku yang diamatinya sesuai dengan kacamata kebudayaan dari para pelakunya sendiri. Hal ini sejalan dengan pandangan psikologi karena perilaku manusia tidak mungkin lepas dari nilai-nilai budaya yang melatar belakanginya. Bahwa budaya merupakan jaringan makna atau nilai ini dikemukakan oleh Clifford Greetz (1992) dalam bukunya yang berjudul: “Tafsir Kebudayaan”.
Sedang definisi pengamatan terlibat (participant observation dari Denzin (1989: 157-8 dalam Flick, 2002: 139)) sebagai berikut: “Pengamatan terlibat didefinisikan sebagai suatu strategi lapangan yang secara simultan (serempak) mengkombinasikan analisis dokumen, mewawancarai para responden dan informan-informan, observasi dan partisipasi (keterlibatan) langsung dan instrospeksi (“Participant observation will be defined as a field strategy that simultaneously combines document analysis, interviewing of respondents and informants, direct participation and observation, and instrospection”).
Jorgensen (dalam Flick, 2002: 139) membedakan pengamatan terlibat (participant observation) dengan pengamatan tidak terlibat (non-participant observation) dalam 7 (tujuh) hal, sebagai berikut:
a. Pengamatan terlibat ditujukan pada minat khusus atau nilai-nilai/makna-makna kemanusiaan dan interaksi antar manusia seperti pandangan dari perspektif orang-orang yang berada di dalam atau bagian situasi dan seting khusus. (“A special interest in human meaning and interaction as viewed from the perspective of people who are insiders or members of particular situations and settings”).
b. Lokasi/tempat disini dan sekarang dari seting dan situasi kehidupan sehari-hari sebagai dasar penelitian dan metoda. (“Location in the here and now of everyday life situations and setting as the foundation of inquiry and method”).
c. Suatu bentuk teori dan penyusunan teori yang menekankan interpretasi dan pemahaman tentang eksistensi manusia. (”A form of theory and theorizing stressing interpretation and understanding of human existence”).
d. Suatu proses penelitian yang logis yang terbuka-tertutup, fleksibel, memberi kesempatan dan memerlukan redefinisi yang tetap dari apa yang menjadi permasalahan, berdasarkan pada fakta-fakta yang dikumpulkan dalam seting yang kongkret dari eksistensi manusia. (“A logic and process of inquiry that is open-ended, flexible, opportunistic, and requires constant redefinition of facts gathered in concrete setting of human existence”).
e. Suatu yang mendalam, kualitatif, pendekatan dan disain studi kasus. (“An in-depth, qualitative, case study approach and design”).
f. Kinerja/performansi dari peranan orang yang terlibat yang meliputi pemantapan dan pemeliharaan hubungan-hubungan dengan warga setempat dilapangan, dan (“The performance of a participant role or roles that in volves establishing and maintining relationships with natives in the field; and”).
g. Menggunakan observasi langsung dengan metoda-metoda untuk mengumpulkan informasi lainnya. (“The use of direct observation along with other methods of gathering information”).
Dari penjelasan-penjelasan tersebut dapat disimpulkan bahwa pengamatan terlibat (participant observation) adalah studi yang disengaja dan dilakukan secara sistematis, terencana, terarah pada suatu tujuan dimana pengamat atau peneliti terlibat langsung dalam kehidupan sehari-hari dari subjek atau kelompok yang diteliti. Dengan keterlibatan langsung dalam kehidupan sehari-hari tersebut menyebabkan terjadinya hubungan sosial dan emosional antara peneliti dengan subjek yang diteliti, dampaknya si peneliti mampu menghayati perasaan, sikap, pola pikir yang mendasari perilaku subjek yang diteliti terhadap masalah yang dihadapi.
Untuk memperdalam wawasan pembaca tentang pengamatan terlibat akan diuraikan seluk beluk pengamatan terlibat dari pandangan Suparlan (1997: 100-101). Dikemukakan bahwa dalam kegiatan penelitian dengan menggunakan metoda pengamatan terlibat si peneliti bukan hanya mengamati gejala-gejala yang ada dalam kehidupan sehari-hari masyarakat yang diteliti, tetapi juga melakukan wawancara, mendengarkan, merasakan, dan dalam batas-batas tertentu mengikuti kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh mereka yang ditelitinya. Wawancara yang dilakukannya bukanlah wawancara formal, yang biasa dilakukan dengan menggunakan kuesioner, tetapi sebuah wawancara yang terwujud sebagai dialog yang spontan berkenaan dengan suatu masalah atau topik yang kebetulan sedang dihadapi oleh pelaku. Justru yang spontan inilah yang objektif dan sahih karena tidak direkayasa terlebih dulu oleh para informan (pengumpul informasi yaitu pembantu peneliti untuk mengumpulkan informasi). Inti dari metoda pengamatan terlibat adalah mengumpulkan informasi melalui pancainderanya. Metoda ini berbeda dengan metoda pengamatan yang hanya menggunakan indera mata saja, atau dengan metoda wawancara dengan pedoman yang hanya menggunakan telinga untuk mendengarkan apa yang dipikirkan atau dirasakan oleh informan.
Keterlibatan peneliti di dalam kehidupan masyarakat yang diteliti mungkin dapat dilakukan kalau si peneliti tersebut diterima oleh masyarakat yang ditelitinya. Salah satu prasyarat untuk dapat diterima oleh masyarakat yang diteliti adalah kejujuran dalam menjelaskan siapa dirinya, dan memberikan penjelasan tersebut dengan secara masuk akal.
Selanjutnya dijelaskan bahwa metoda pengamatan digunakan untuk memperoleh informasi mengenai gejala-gejala yang dalam kehidupan sehari-hari dapat diamati. Hasil pengamatan biasanya didiskusikan oleh si peneliti dengan warga masyarakat yang bersangkutan untuk mengetahui makna yang terdapat dibalik gejala-gejala tersebut. Hasil-hasil pengamatan biasanya mencakup setting dari lingkungan hidup, lokasi, dan kondisi fisik dan sosial dari unsur-unsur yang ada dalam masyarakat tersebut. Selanjutnya menurut Spindler (1982: 6 – 7 dalam Suparlan 1997: 108 – 110) pedoman umum yang harus diperhatikan dalam melaksanakan pengamatan terlibat, diantaranya:
a. Pengamatan-pengamatan yang dilakukan harus kontekstual. Peristiwa-peristiwa yang signifikan harus dilihat dalam kerangka hubungan dari setting (latar) yang sedang diteliti di dalam konteks-konteks yang lebih luas dan yang terletak di luar setting tersebut.
b. Hipotesa-hipotesa dan pertanyaan-pertanyaan penelitian harus muncul sejalan dengan berlangsungnya penelitian yang dilakukan dan berada dalam setting untuk diamati. Ketentuan untuk memutuskan yang mana yang signifikan untuk dipelajari sebaiknya ditunda sampai tahap orientasi dari penelitian lapangan tersebut telah selesai dilalui.
c. Pengamatan berlangsung lama dan berulang-ulang. Rangkaian peristiwa-peristiwa harus diamati lebih dari satu kali.
d. Pandangan warga setempat (the native view) yaitu pandangan dari setiap orang yang terlibat di dalam setting sosial mengenai kenyataan harus diungkapkan melalui inferensi-inferensi dari pengamatan dan melalui berbagai bentuk penelitian etnografi: wawancara, prosedur-prosedur lainnya yang dipilih (termasuk penggunaan sejumlah alat bantu penelitian), dan bahkan kalau perlu dapat menggunakan kuesioner walaupun harus dengan secara hati-hati.
Catatan penulis: walaupun hal tersebut di atas dimaksudkan untuk penelitian etnografi, tetapi menurut penulis berlaku juga untuk penelitian bidang-bidang studi yang lain, termasuk psikologi.
Selanjutnya menurut Suparlan (1994: 72 - 79) terdapat bermacam-macam keterlibatan si peneliti dalam pengamatan terlibat, yaitu:
a. Keterlibatan pasif. Dalam kegiatan pengamatannya, si peneliti tidak terlibat dalam kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh para pelaku yang diamatinya, dan dia juga tidak melakukan sesuatu bentuk interaksi sosial dengan pelaku atau para pelaku yang diamati. Keterlibatannya dengan para pelaku terwujud dalam bentuk keberadaannya dalam arena kegiatan yang diwujudkan oleh tindakan-tindakan pelakunya.
Contoh. Seorang peneliti yang ingin mengetahui bagaimana pola tindakan warga Jakarta untuk memperoleh pelayanan fasilitas yang terbatas ditempat umum. Kasus yang diamati adalah ditempat penjualan karcis kereta api untuk luar kota di stasiun Gambir. Cara yang dilakukannya adalah: Dia cukup datang ke stasiun kereta api Gambir, berdiri diruang tempat adanya loket penjualan karcis untuk luar kota. Di papan pengumuman terdapat jadual-jadual pemberangkatan masing-masing kereta api dan jam-jam penjualan karcis. Si peneliti tidak harus ikut berdiri dimuka loket dan membeli karcis untuk dapat keterangan yang diperlukan. Dengan demikian si peneliti cukup berdiri terpisah dari orang-orang yang sibuk berusaha memperoleh karcis, tetapi dia juga tidak betul-betul terpisah dari para pelaku yang diamatinya karena ia berada dalam arena kegiatan-kegiatan yang sedang diamatinya. Dalam keadaan demikianlah si peneliti digolongkan sebagai pengamat dengan keterlibatan yang pasif.
b. Keterlibatan Setengah-setengah. Dalam kegiatan pengamatannya, si peneliti mengambil suatu kedudukan yang berada dalam dua hubungan struktural yang berbeda, yaitu antara struktur yang menjadi wadah bagi kegiatan-kegiatan yang diamatinya dengan struktur dimana dia sebagian dari dan menjadi pendukungnya. Dalam kedudukan demikian, peranannya adalah mengimbangi antara peranan yang harus dimainkan di dalam struktur yang ditelitinya dengan struktur yang dalam mana dia menjadi salah satu unsurnya.
Contoh. Seorang mahasiswa kriminologi yang hendak mengadakan penelitian mengenai kehidupan nara pidana disebuah Lembaga Pemasyarakatan; tidak mungkin untuk dapat mengadakan pengamatan dengan cara hidup dipenjara sama dengan nara pidana (atau salah satu kategori nara pidana sesuai dengan masa hukuman dan kejahatan yang telah dilakukannya) lainnya. Pertama, kehidupan sebagai nara pidana terlalu berat bagi mahasiswa tersebut, karena dalam kehidupan di Lembaga Pemasyarakatan masih juga terkandung unsur-unsur kekerasan dan kekejaman dalam segala seginya. Kedua, akan terjadi kesukaran untuk menempatkan kedudukan si mahasiswa dalam struktur sosial yang berlaku dalam lembaga tersebut, yang dapat merugikan usaha-usahanya untuk memperoleh keterangan-keterangan yang diperlukan. Justu dia dikenal sebagai mahasiswa oleh para nara pidana itu maka kemungkinan besar dia lebih banyak untuk dapat memperoleh keterangan yang diperlukan dibandingkan kalau dia betul-betul sebagai nara pidana dalam kegiatan penelitiannya. Dalam kedudukan sebagai mahasiswa, dalam satu segi dia “orang luar” lebih banyak “dipercaya” untuk mengamati kegiatan-kegiatan mereka secara sewajarnya dibandingkan kalau dia berperan sebagai nara pidana atau sebagai petugas Lembaga Pemasyarakatan. Dalam keadaan demikian dia akan tetap mempertahankan peranannya sebagai peneliti atau pengamat yang terlibat setengah-setengah.
c. Keterlibatan Aktif. Dalam kegiatan pengamatannya, si peneliti ikut mengerjakan apa yang dikerjakan oleh para pelakunya dalam kehidupan sehari-harinya. Kegiatan-kegiatan tersebut dilakukannya untuk dapat betul-betul memahami dan merasakan (meng-internalisasikan) kegiatan-kegiatan dalm kehidupan mereka dan aturan-aturan yang berlaku serta pedoman-pedoman hidup yang mereka jadikan sandaran pegangan dalam melakukan kegiatan-kegiatan tersebut.
Contoh. Seorang peneliti yang berusaha untuk membuat etnografi salah satu suku bangsa terasing di Indonesia, yaitu Orang Sakai yang hidup di wilayah Propinsi Riau, telah menggunakan pengamatan terlibat. Dalam kegiatan penelitiannya, dia hidup/tinggal bersama dengan Orang Sakai yang ditelitinya ditempat pemukiman mereka. Secara bertahap dia berusaha untuk dapat memperoleh bahan-bahan keterangan yang diperlukan, yang antara lain adalah turut aktif mengerjakan kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh Orang Sakai yang ditelitinya. Misalnya, untuk memperoleh bahan keterangan mengenai sistem mata pencaharian, khususnya dalam hal ini cara-cara mereka menjerat hewan hutan, menangkap ikan, dan sebagainya, maka si peneliti tersebut ikut dalam kegiatan-kegiatan menjerat hewan di hutan, menangkap ikan (dengn berbagai tekniknya) di sungai, di rawa-rawa dan digenangan air, dan sebagainya. Dalam kerangka pembicaraan mengenai tahap-tahap kegiatan dalam penelitian dengan menggunakan metoda pengamatan terlibat, sebenarnya Pengamatan Keterlibatan Aktif dapat dilihat sebagai satu tahap perantara untuk mencapai tahap berikutnya yaitu Pengamatan Terlibat Sepenuhnya atau Lengkap.
d. Keterlibatan Penuh atau Lengkap. Pada waktu si peneliti telah menjadi sebagian dari kehidupan warga masyarakat yang ditelitinya, artinya dalam kehidupan warga masyarakat tersebut kehadiran si peneliti dianggap biasa dan kehadirannya dalam kegiatan-kegiatan para warga telah dianggap sebagai suatu “keharusan”, maka pada waktu tersebut si peneliti sebenarnya telah mencapai suatu tahap keterlibatan yang penuh atau lengkap. Dalam keadaan demikian, sebenarnya kedudukan dan peranan si peneliti telah didefinisikan dalam struktur sosial yang berlaku, oleh para warga itu sendiri. Sebenarnya tidak mudah untuk mencapai tahap ini, dan pencapaian tersebut sebagian terbesar tergantung pada kemampuan si peneliti untuk dapat memanipulasi kondsi-kondisi yang dipunyainya dalam kaitannya dengan situasi dan kondisi yang dihadapinya yang bersumber pada situasi penelitiannya. Dalam banyak hal seorang peneliti yang menggunakan metoda pengamatan terlibat dapat mencapai tahap ini; yaitu setelah memakan waktu yang cukup lama dalam hubungan si peneliti dengan warga masyarakat yang bersangkutan dan setelah warga masyarakat tersebut merasa bahwa si peneliti bukan orang yang “jahat” bahkan orang-orang yang “baik”.
Berkenaan dengan tahap pengamatan terlibat yang penuh atau lengkap ini, perlu dicatat bahwa tidak semua peneliti dengan menggunakan pengamatan terlibat dapat menggunakan cara teknik pengamatan terlibat penuh atau lengkap. Hal ini disebabkan oleh adanya kenyataan bahwa tidak semua sasaran penelitian itu memungkinkan dilakukannya penelitian dengan menggunakan teknik pengamatan terlibat penuh. Ada sasaran-sasaran penelitian yang cukup membahayakan (baik dari segi fisik maupun segi sosial dan kejiwaan) bagi para peneliti yang ingin menggunakan teknik keterlibatan yang sepenuhnya. Contohnya adalah penelitian terhadap atau mengenai kehidupan orang homo sek oleh seorang peneliti laki-laki yang tidak tergolong sebagai orang homo sek; juga penelitian terhadap kehidupan nara pidana Lembaga Pemasyrakatan (seperti contoh yang telah dikemukakan terdahulu).
Disamping pengamatan terlibat, menurut Suparlan terdapat 2 (dua) macam pengamatan yang lain, yaitu pengamatan biasa dan pengamatan terkendali, berikut penjelasannya:
a. Pengamatan Biasa. Metoda ini menggunakan teknik pengamatan yang mengharuskan si peneliti tidak boleh terlibat dalam hubungan-hubungan emosi pelaku yang menjadi sasaran penelitiannya. Contoh penelitian dengan menggunakan metoda pengamatan biasa dengan sasaran manusia adalah seorang peneliti yang mengamati pola kehidupan para pelawak yang muncul dipanggung televisi RI. Si peneliti dalam hal ini tidak ada hubungan apapun dengan para pelaku yang diamatinya. Hal yang sama juga dapat dilihat pada contoh dimana si peneliti mengamati pola kelakuan para pejalan kaki di Jalan Salemba Raya (dimuka gedung UI) dari jembatan penyeberangan yang ada disitu.
Penggunaan metoda pengamatan biasa, biasanya selalu digunakan untuk mengumpulkan bahan-bahan keterangan yang diperlukan berkenaan dengan masalah-masalah yang terwujud dari sesuatu peristiwa, gejala-gejala dan benda, contohnya adalah seorang peneliti yang hendak memperoleh keterangan berkenaan dengan pengaruh kenaikan harga BBM baru-baru ini terhadap harga beras dipasaran ibukota Jakarta. Pertama dia harus mengidentifikasi tempat-tempat dimana beras dijual (pasar biasa, yang dibedakan lagi dalam penjual grosir, penjual eceran; di warung-warung yang tersebar di kampung-kampung di kota Jakarta; dan di supermarket-supermarket). Untuk kemudahan dia menentukan untuk memilih supermarket sebagai sasaran tempat penjualan beras yang diamati, yang mudah melakukannya karena ada tertera harga beras dikantong pembungkusnya. Dalam melakukan pengamatannya, dia akan menentukan jangka waktu pengamatan, ambil contoh misalnya selama tujuh hari yang dimulai pengamatannya satu hari setelah diumumkannya kenaikan BBM tersebut. Selama tujuh hari si peneliti cukup mendatangi supermarket-supermarket yang ada di Jakarta, mencatat harga beras sesuai dengan kategori (beras Cianjur kepala, Cianjur slip, Raja lele, dan lain-lain sebagaimana yang terdapat dijual supermarket-supermarket tersebut). Dalam kegiatan penelitiannya ini dia sama sekali tidak ada hubungan emosional ataupun perasaan dengan beras yang diamati harganya.
Dalam pengamatan biasa, seringkali dalam kegiatan-kegiatan pembuatan peta sesuatu kampung seorang peneliti juga menggunakan alat yang dapat membantunya untuk melakukan pengamatan atas gejala-gejala dan benda secara lebih tepat. Alat ini sebenarnya berfungsi untuk membantu ketajaman penglihatan matanya. Dengan alat ini tidak ada keterlibatan emosi dan perasaan dengan sasaran pengamatannya.
b. Pengamatan Terkendali. Dalam pengamatan terkendali, si peneliti juga tidak terlibat hubungan emosi dan perasaan dengan yang ditelitinya; seperti halnya dengan pengamatan biasa. Yang membedakan pengamatan biasa dengan pengamatan terkendali adalah para pelaku yang akan diamati, diseleksi dan kondisi-kondisi yang ada dalam ruang atau tempat kegiatan pelaku itu diamati dikendalikan oleh si peneliti. Contohnya, sebuah eksperimen untuk mengukur tingkat ketegangan jiwa (anxiety) para pelaku pemain catur. Dua orang pemuda yang umurnya sama, begitu juga latar belakang pendidikan, kondisi sosial, kebudayaan dan suku bangsanya sama, serta sama-sama belum pernah bermain catur karena belum mengetahui aturan-aturan dan cara bermainnya dipilih. Kedua orang ini melalui penataran terbatas, diberi pelajaran bagaimana bermain catur. Isi pelajaran catur yang diberikan dan waktu pelajaran adalah sama. Setelah persiapan-persiapan tersebut dianggap mencukupi, sesuai persyaratan-persyaratan yang dibuat oleh peneliti, maka kedua orang tersebut lalu disuruh bermain di dalam sebuah ruang kaca yang tidak tembus penglihatan keluar. Bersamaan dengan itu masing-masing pemain pada tubuhnya juga ditempeli macam-macam kabel yang berguna untuk mencatat frekuensi detak jantung, denyut nadi, temperatur tubuh, perkeringatan, dan hal-hal lain yang diperlukan. Dalam keadaan demikian si peneliti berada di luar ruang tempat kedua pelaku tersebut bermain catur. Si peneliti mengamati dan mencatat jalannya permainan (dari tahap pembukaan sampai dengan akhir permainan), tindakan-tindakan kedua pelaku. Hasil pengamatannya dan catatan-catatan yang dibuat oleh mesin keduanya dianalisa sesuai dengan tujuan penelitiannya. Dalam penelitian seperti ini, si pengamat sama sekali tidak mempunyai hubungan dalam bentuk apapun selama pengamatan dilakukan dengan para pelaku yang diamatinya.