PANCASILA SEBAGAI PARADIGMA REFORMASI
Negara Indonesia ingin mengadakan suatu perubahan, yaitu menata kembali kehidupan berbangsa dan bernegara demi terwujudnya masyarakat madani yang sejahtera, masyarakat yang bermartabat kemanusiaan yang menghargai hak-hak asasi manusia, masyarakat yang demokratis yang bermoral religius serta masyarakat yang bermoral kemanusiaan dan beradab.
Pada hakikatnya reformasi adalah mengembalikan tatanan kenegaraan kearah sumber nilai yang merupakan platform kehidupan bersama bangsa Indonesia, yang selama ini diselewengkan demi kekuasaan sekelompok orang, baik pada masa orde lama maupun orde baru. Proses reformasi walaupun dalam lingkup pengertian reformasi total harus memiliki platform dan sumber nilai yang jelas dan merupakan arah, tujuan, serta cita-cita yaitu nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila. Reformasi itu harus memiliki tujuan, dasar, cita-cita serta platform yang jelas dan bagi bangsa Indonesia nilai-nilai Pancasila itulah yang merupakan paradigma reformasi total tersebut.
1. Gerakan Reformasi
Pelaksanaan GBHN 1998 pada Pembangunan Jangka Panjang II Pelita ke tujuh bangsa Indonesia menghadapi bencana hebat, yaitu dampak krisis ekonomi Asia terutama Asia Tenggara sehingga menyebabkan stabilitas politik menjadi goyah.
Sistem politik dikembangkan kearah sistem “Birokratik Otoritarian” dan suatu sistem “Korporatik”. Sistem ini ditandai dengan konsentrasi kekuasaan dan partisipasi didalam pembuatan keputusan-keputusan nasional yang berada hampir seluruhnya pada tangan penguasa negara, kelompok militer, kelompok cerdik cendikiawan dan kelompok pengusaha oligopolistik dan bekerjasama dengan mayarakat bisnis internasional.
Awal keberhasilan gerakan reformasi tersebut ditandai dengan mundurnya Presiden Soeharto pada tanggal 21 Mei 1998, yang kemudian disusul dengan dilantiknya Wakil Presiden Prof. Dr. B.J. Habibie menggantikan kedudukan Presiden. Kemudian diikuti dengan pembentukan Kabinet Reformasi Pembangunan. Pemerintahan Habibie inilah yang merupakan pemerintahan transisi yang akan mengantarkan rakyat Indonesia untuk melakukan reformasi secara menyeluruh, terutama perubahan paket UU politik tahun 1985, kemudian diikuti dengan reformasi ekonomi yang menyangkut perlindungan hukum. Yang lebih mendasar reformasi dilakukan pada kelembagaan tinggi dan tertinggi negara yaitu pada susunan DPR dan MPR, yang dengan sendirinya harus dilakukan melalui Pemilu secepatnya.
a) Gerakan Reformasi dan Ideologi Pancasila
Arti Reformasi secara etimologis berasal dari kata reformation dengan akar kata reform yang artinya “make or become better by removing or putting right what is bad or wrong”. Secara harfiah reformasi memiliki arti suatu gerakan untuk memformat ulang, menata ulang atau menata kembali hal-hal yang menyimpang untuk dikembalikan pada format atau bentuk semula sesuai dengan nilai-nilai ideal yang dicita-citakan rakyat. Oleh karena itu suatu gerakan reformasi memiliki kondisi syarat-syarat sebagai berikut :
• Suatu gerakan reformasi dilakukan karena adanya suatu penyimpangan-penyimpangan. Misalnya pada masa orde baru, asas kekeluargaan menjadinepotisme, kolusi, dan korupsi yang tidak sesuai dengan makna dan semangat UUD 1945.
• Suatu gerakan reformasi dilakukan harus dengan suatu cita-cita yang jelas (landasan ideologis) tertentu. Dalam hal ini Pancasila sebagai ideologi bangsa dan negara Indonesia.
• Suatu gerakan reformasi dilakukan dengan berdasarkan pada suatu kerangka struktural tertentu (dalam hal ini UUD) sebagai kerangka acuan reformasi.
• Reformasi dilakukan ke arah suatu perubahan kondisi serta keadaan yang lebih baik dalam segala aspek antara lain bidang politik, ekonomi, sosial, budaya, serta kehidupan keagamaan.
• 5. Reformasi dilakukan dengan suatu dasar moral dan etika sebagai manusia yang berketuhanan yang maha esa, serta terjaminnya persatuan dan kesatuan bangsa.
b) Pancasila sebagai Dasar Cita-cita Reformasi
Menurut Hamengkubuwono X, gerakan reformasi harus tetap diletakkan dalam kerangka perspektif Pancasila sebagai landasan cita-cita dan ideologi sebab tanpa adanya suatu dasar nilai yang jelas maka suatu reformasi akan mengarah pada suatu disintegrasi, anarkisme,brutalisme pada akhirnya menuju pada kehancuran bangsa dan negara Indonesia. Maka reformasi dalam perspektif Pancasila pada hakikatnya harus berdasarkan pada nilai-nilai Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan yang adil dan beradab, Persatuan Indonesia, Berkerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan serta berkeadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Pancasila sebagai sumber nilai memiliki sifat yang reformatif artinya memiliki aspek pelaksanaan yang senantiasa mampu menyesuaikan dengan dinamika aspirasi rakyat. Dalam mengantisipasi perkembangan jaman yaitu dengan jalan menata kembali kebijaksanaan-kebijaksanaan yang tidak sesuai dengan aspirasi rakyat.
2. Pancasila sebagai Paradigma Reformasi Hukum
Setelah peristiwa 21 Mei 1998 saat runtuhnya kekuasaan orde baru, salah satu subsistem yang mengalami kerusakan parah adalah bidang hukum. Produk hukum baik materi maupun penegaknya dirasakan semakin menjauh dari nilai-nilai kemanusiaan, kerakyatan serta keadilan.
Kerusakan atas subsistem hukum yang sangat menentukan dalam berbagai bidang misalnya, politik, ekonomi dan bidang lainnya maka bangsa Indonesia ingin melakukan suatu reformasi, menata kembali subsistem yang mengalami kerusakan tersebut.
Pancasila sebagai Sumber Nilai Perubahan Hukum
Dalam negara terdapat suatu dasar fundamental atau pokok kaidah yang merupakan sumber hukum positif yang dalam ilmu hukum tata negara disebut staatsfundamental, di Indonesia tidak lain adalah Pancasila.
Hukum berfungsi sebagai pelayanan kebutuhan masyarakat, maka hukum harus selalu diperbarui agar aktual atau sesuai dengan keadaan serta kebutuhan masyarakat yang dilayani dan dalam pembaruan hukum yang terus menerus tersebut Pancasila harus tetap sebagai kerangka berpikir, sumber norma, dan sumber nilai.
Sebagai cita-cita hukum, Pancasila dapat memenuhi fungsi konstitutif maupun fungsi regulatif. Dengan fungsi regulatif Pancasila menentukan dasar suatu tata hukum yang memberi arti dan makna bagi hukum itu sendiri sehingga tanpa dasar yang diberikan oleh Pancasila maka hukum akan kehilangan arti dan maknanya sebagai hukum itu sendiri. Fungsi regulatif Pancasila menentukan apakah suatu hukum positif sebagai produk yang adil ataukah tidak adil. Sebagai staatfundamentalnorm, Pancasila merupakan pangkal tolak derivasi (sumber penjabaran) dari tertib hukum di Indonesia termasuk UUD 1945. Dalam pengertian inilah menurut istilah ilmu hukum disebut sebagai sumber dari segala peraturan perundang-undangan di Indonesia.
Sumber hukum meliputi dua macam pengertian, sumber hukum formal yaitu sumber hukum ditinjau dari bentuk dan tata cara penyusunan hukum, yang mengikat terhadap komunitasnya, misalnya UU, Peraturan Menteri, Peraturan Daerah. Sumber hukum material yaitu suatu sumber hukum yang menentukan materi atau isi suatu norma hukum.
Jika terjadi ketidakserasian atau pertentangan satu norma hukum dengan norma hukum lainnya yang secara hierarkis lebih tinggi apalagi dengan Pancasila sebagai sumbernya, berarti terjadi inkonstitusionalitas (unconstitutionality) dan ketidak legalan (illegality) dan karenanya norma hukum yang lebih rendah itu batal demi hukum.
Dengan demikian maka upaya untuk reformasi hukum akan benar-benar mampu mengantarkan manusia ketingkat harkat dan martabat yang lebih tinggi sebagai makhluk yang berbudaya dan beradab.
Dasar Yuridis Reformasi Hukum
Reformasi total sering disalah artikan sebagai dapat melakukan perubahan dalam bidang apapun dengan jalan apapun. Jika demikian maka kita akan menjadi bangsa yang tidak beradab, tidak berbudaya, masyarakat tanpa hukum, yang menurut Hobbes disebut keadaan “homo homini lupus”, manusia akan menjadi serigala manusia lainnya dan hukum yang berlaku adalah hukum rimba.
UUD 1945 beberapa pasalnya dalam praktek penyelenggaraan negara bersifat multi interpretable (penafsiran ganda), dan memberikan porsi kekuasaan yang sangat besar kepada presiden (executive heavy). Akibatnya memberikan kontribusi atas terjadinya krisis politik serta mandulnya fungsi hukum dalam negara RI.
Berdasarkan isi yang terkandung dalam Penjelasan UUD 1945, Pembukaan UUD 1945 menciptakan pokok-pokok pikiran yang dijabarkan dalam pasal-pasal UUD 1945 secara normatif. Pokok-pokok pikiran tersebut merupakan suasana kebatinan dari UUD dan merupakan cita-cita hukum yang menguasai baik hukum dasar tertulis (UUD 1945) maupun hukum dasar tidak tertulis (Convensi).
Selain itu dasar yuridis Pancasila sebagai paradigma reformasi hukum adalah Tap MPRS No.XX/MPRS/1966 yang menyatakan bahwa Pancasila sebagai sumber dari segala sumber hukum di Indonesia, yang berarti sebagai sumber produk serta proses penegakan hukum yang harus senantiasa bersumber pada nilai-nilai Pancasila dan secara eksplisit dirinci tata urutan
peraturan perundang-undangan di Indonesia yang bersumber pada nilai-nilai Pancasila. Berbagai macam produk peraturan perundang-undangan yang telah dihasilkan dalam reformasi hukum antara lain :
- UU No. 2 Tahun 1999 tentang Partai Politik
- UU No. 3 Tahun 1999 tentang Pemilu
- UU No. 4 Tahun 1999 tentang Susunan dan Kedudukan MPR, DPR dan DPRD
- UU No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah
- UU No. 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah
- UU No. 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari KKN. Pada tingkatan Ketetapan MPR telah dilakukan reformasi hukum melalui Sidang Istimewa MPR pada bulan Nopember 1998 yang menghasilkan ketetapan-ketetapan:
- Tap No. VIII/MPR/1998 tentang Pencabutan Referendum
- Tap No. IX/MPR/1998 tentang GBHN
- Tap No. X/MPR/1998 tentang Pokok-pokok Reformasi Pembangunan
- Tap No. XI/MPR/1998 tentang Negara bebas KKN
- Tap No. XII/MPR/1998 tentang Masa jabatan Presiden
- Tap No. XIV/MPR/1998 tentang Pemilu 1999
- Tap No. XV/MPR/1998 tentang Otonomi Daerah dan Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah
- Tap No. XVI/MPR/1998 tentang Demokrasi Ekonomi
- Tap No. XVII/MPR.1998 tentang Hak asasi Manusia
- Tap No. XVIII/MPR/1998 tentang Pencabutan P4.
Pancasila sebagai Paradigma Reformasi Pelaksanaan Hukum
Dalam era reformasi pelaksanaan hukum harus didasarkan pada suatu nilai sebagai landasan operasionalnya. Reformasi pada dasarnya untuk mengembalikan hakikat dan fungsi negara pada tujuan semula yaitu melindungi seluruh bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia. Negara pada hakikatnya secara formal harus melindungi hak-hak warganya terutama hak kodrat sebagai suatu hak asasi yang merupakan karunia Tuhan YME. Oleh karena itu pelanggaran terhadap hak asasi manusia adalah sebagai pengingkaran terhadap dasar filosofis negara misalnya pembungkaman demokrasi, penculikan, pembatasan berpendapat berserikat, berunjuk rasa dan lain sebagainya.
Pelaksanaan hukum pada masa reformasi harus benar-benar dapat mewujudkan negara demokrasi dengan suatu supremasi hukum. Artinya pelaksanaan hukum harus mampu mewujudkan jaminan atas terwujudnya keadilan (sila V) dalam suatu negara yaitu keseimbangan antara hak dan kewajiban bagi setiap warga negara tidak memandang pangkat, jabatan, golongan, etnisitas maupun agama. Setiap warga negara bersamaan kedudukannya di muka hukum dan pemerintah (pasal 27 UUD 1945). Jaminan atas terwujudnya keadilan bagi setiap warga negara dalam hidup bersama dalam suatu negara yang meliputi seluruh unsur keadilan baik keadilan distributif, keadilan komulatif, serta keadilan legal. Konsekuensinya dalam pelaksanaan hukum aparat penegak hukum terutama pihak kejaksaan adalah sebagai ujung tombaknya sehingga harus benar-benar bersih dari praktek KKN.
3. Pancasila sebagai Paradigma Reformasi Politik
Landasan aksiologis (sumber nilai) sistem politik Indonesia adalah dalam Pembukaan UUD 1945 alinea IV yang berbunyi “……maka disusunlah kemerdekaan kebangsaan Indonesia itu dalam suatu Undang-undang Dasar Negara Indonesia, yang terbentuk dalam suatu susunan Negara Republik Indonesia yang Berkedaulatan Rakyat dengan berdasar kepada Ketuhanan yang Maha Esa, Kemanusiaan yang Adil dan Beradab, Persatuan Indonesia dan Kerakyatan yang Dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan, serta dengan mewujudkan suatu Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia”.
Jika dikaitkan dengan makna alinea II tentang cita-cita negara dan kemerdekaan yaitu demokrasi (bebas, bersatu, berdaulat, adil dan makmur). Dasar politik ini menunjukkan kepada kita bahwa bentuk dan bangunan kehidupan masyarakat yang bersatu (sila III), demokrasi (sila IV), berkeadilan dan berkemakmuran (sila V) serta negara yang memiliki dasar-dasar moral ketuhanan dan kemanusiaan.
Nilai demokrasi politik sebagaimana terkandung dalam Pancasila sebagai fondasi bangunan negara yang dikehendaki oleh para pendiri negara kita dalam kenyataannya tidak dilaksanakan berdasarkan suasana kerokhanian berdasarkan nilai-nilai tersebut. Berdasarkan semangat dari UUD 1945 esensi demokrasi adalah :
1) Rakyat merupakan pemegang kedaulatan tertinggi dalam negara.
2) Kedaulatan rakyat dijalankan sepenuhnya oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat.
3) Presiden dan wakil presiden dipilih oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat dan karenanya harus tunduk dan bertanggungjawab kepada MPR.
4) Produk hukum apapun yang dihasilkan oleh Presiden, baik sendiri maupun bersama-sama lembaga lain kekuatannya berada di bawah Majelis Permusyawatan Rakyat atau produk-produknya.
Prinsip-prinsip demokrasi tersebut bilamana kita kembalikan pada nilai esensial yang terkandung dalam Pancasila maka kedaulatan tertinggi negara adalah di tangan rakyat. Rakyat adalah asal mula kekuasaan negara, oleh karena itu paradigma ini harus merupakan dasar pijakan dalam reformasi.
Reformasi kehidupan politik juga dilakukan dengan meletakkan cita-cita kehidupan kenegaraan dan kebangsaan dalam suatu kesatuan waktu yaitu nilai masa lalu, masa kini dan kehidupan masa yang akan datang. Atas dasar inilah maka pertimbangan realistik sebagai unsur yang sangat penting yaitu dinamika kehidupan masyarakat, aspirasi serta tuntutan masyarakat yang senantiasa berkembang untuk menjamin tumbuh berkembangnya demokrasi di negara Indonesia. karena faktor penting demokrasi dalam suatu negara adalah partisipasi dari seluruh warganya. Dengan sendirinya kesemuanya ini harus diletakkan dalam kerangka nilai-nilai yang dimiliki oleh masyarakat itu sendiri sebagai filsafat hidupnya yaitu nilai-nilai Pancasila.
4. Pancasila sebagai Paradigma Reformasi Ekonomi
Kebijaksanaan yang selama ini diterapkan hanya mendasarkan pada pertumbuhan dan mengabaikan prinsip nilai kesejahteraan bersama seluruh bangsa, dalam kenyataannya hanya menyentuh kesejahteraan sekelompok kecil orang bahkan penguasa. Pada era ekonomi global dewasa ini dalam kenyataannya tidak mampu bertahan. Krisis ekonomi yang terjadi di dunia danmelanda Indonesia mengakibatkan ekonomi Indonesia terpuruk, sehingga kepailitan yang diderita oleh para pengusaha harus ditanggung oleh rakyat.
Dalam kenyataannya sektor ekonomi yang justru mampu bertahan pada masa krisis dewasa ini adalah ekonomi kerakyatan, yaitu ekonomi yang berbasis pada usaha rakyat. Oleh karena itu subsidi yang luar biasa banyaknya pada kebijaksanaan masa orde baru hanya dinikmati oleh sebagian kecil orang yaitu sekelompok konglomerat, sedangkan bilamana mengalami kebangkrutan seperti saat ini rakyatlah yang banyak dirugikan. Oleh karena itu rekapitalisasi pengusaha pada masa krisis dewasa ini sama halnya dengan rakyat banyak membantu pengusaha yang sedang terpuruk.
Langkah yang strategis dalam upaya melakukan reformasi ekonomi yang berbasis pada ekonomi rakyat yang berdasarkan nilai-nilai Pancasila yang mengutamakan kesejahteraan seluruh bangsa adalah sebagai berikut :
1) Keamanan pangan dan mengembalikan kepercayaan, yaitu dilakukan dengan program “social safety net” yang popular dengan program Jaring Pengaman Sosial (JPS). Sementara untuk mengembalikan kepercayaan rakyat terhadap pemerintah, maka pemerintah harus secara konsisten menghapuskan KKN, serta mengadili bagi oknum pemerintah masa orde baru yang melakukan pelanggaran. Hal ini akan memberikan kepercayaan dan kepastian usaha.
2) Program rehabilitasi dan pemulihan ekonomi. Upaya ini dilakukan dengan menciptakan kondisi kepastian usaha, yaitu dengan diwujudkan perlindungan hukum serta undang-undang persaingan yang sehat. Untuk itu pembenahan dan penyehatan dalam sektor perbankan menjadi prioritas utama, karena perbankan merupakan jantung perekonomian.
3) Transformasi struktur, yaitu guna memperkuat ekonomi rakyat maka perlu diciptakan sistem untuk mendorong percepatan perubahan struktural (structural transformation). Transformasi struktural ini meliputi proses perubahan dari ekonomi tradisional ke ekonomi modern, dari ekonomi lemah ke ekonomi yang tangguh, dari ekonomi subsistem ke ekonomi pasar, dari ketergantungan kepada kemandirian, dari orientasi dalam negeri ke orientasi ekspor.
Dengan sendirinya intervensi birokrat pemerintahan yang ikut dalam proses ekonomi melalui monopoli demi kepentingan pribadi harus segera diakhiri. Dengan sistem ekonomi yang mendasarkan nilai pada upaya terwujudnya kesejahteraan seluruh bangsa maka peningkatan kesejahteraan akan dirasakan oleh sebagian besar rakyat, sehingga dapat mengurangi kesenjangan ekonomi.