A. Pengertian Etika
Kata etik (atau etika) berasal dari kata ethos (bahasa Yunani) yang berarti karakter, watak kesusilaan atau adat. Sebagai suatu subyek, etika akan berkaitan dengan konsep yang dimilki oleh individu ataupun kelompok untuk menilai apakah tindakan-tindakan yang telah dikerjakannya itu salah atau benar, buruk atau baik.
Menurut Martin (1993), etika didefinisikan sebagai “the discpline which can act as the performance index or reference for our control system”. Dengan demikian, etika akan memberikan semacam batasan maupun standar yang akan mengatur pergaulan manusia di dalam kelompok sosialnya. Dalam pengertiannya yang secara khusus dikaitkan dengan seni pergaulan manusia, etika ini kemudian dirupakan dalam bentuk aturan (code) tertulis yang secara sistematik sengaja dibuat berdasarkan prinsipprinsip moral yang ada dan pada saat yang dibutuhkan akan bisa difungsikan sebagai alat untuk menghakimi segala macam tindakan yang secara logika-rasional umum (common sense) dinilai menyimpang dari kode etik. Dengan demikian etika adalah refleksi dari apa yang disebut dengan “self control”, karena segala sesuatunya dibuat dan diterapkan dari dan untuk kepenringan kelompok social (profesi) itu sendiri.
Dalam pergaulan hidup bermasyarakat, bernegara hingga pergaulan hidup tingkat internasional di perlukan suatu system yang mengatur bagaimana seharusnya manusia bergaul. Sistem pengaturan pergaulan tersebut menjadi saling menghormati dan dikenal dengan sebutan sopan santun, tata krama, protokoler dan lain-lain. Maksud pedoman pergaulan tidak lain untuk menjaga kepentingan masing-masing yang terlibat agara mereka senang, tenang, tentram, terlindung tanpa merugikan kepentingannya serta terjamin agar perbuatannya yang tengah dijalankan sesuai dengan adat kebiasaan yang berlaku dan tidak bertentangan dengan hak-hak asasi umumnya. Hal itulah yang mendasari tumbuh kembangnya etika di masyarakat kita.
Menurut para ahli maka etika tidak lain adalah aturan prilaku, adat kebiasaan manusia dalam pergaulan antara sesamanya dan menegaskan mana yang benar dan mana yang buruk. Perkataan etika atau lazim juga disebut etik, yang berarti norma-norma, nilai-nilai, kaidah-kaidah dan ukuran-ukuran bagi tingkah laku manusia yang baik, seperti yang dirumuskan oleh beberapa ahli berikut ini :
· Drs. O.P. Simorangkir : etika atau etik sebagai pandangan manusia dalam berprilaku menurut ukuran dan nilai yang baik.
· Drs. Sidi Gajalba dalam sistematika filsafat : etika adalah teori tentang tingkah laku perbuatan manusia dipandang dari segi baik dan buruk, sejauh yang ditentukan oleh akal.
· Drs. H. Burhanudin Salam : etika adalah cabang filsafat yang berbicara mengenai nilai dan norma moral yang menentukan prilaku manusia dalam hidupnya.
Etika dalam perkembangannya sangat mempengaruhi kehidupan manusia. Etika memberi
manusia orientasi bagaimana ia menjalani hidupnya melalui rangkaian tindakan sehari-hari. Itu berarti etika membantu manusia untuk mengambil sikap dan bertindak secara tepat dalam menjalani hidup ini. Etika pada akhirnya membantu kita untuk mengambil keputusan tentang tindakan apa yang perlu kita lakukan dan yang pelru kita pahami bersama bahwa etika ini dapat diterapkan dalam segala aspek atau sisi kehidupan kita, dengan demikian etika ini dapat dibagi menjadi beberapa bagian sesuai dengan aspek atau sisi kehidupan manusianya.
Ada dua macam etika yang harus kita pahami bersama dalam menentukan baik dan
buruknya prilaku manusia :
1. Etika Deskriptif, yaitu etika yang berusaha meneropong secara kritis dan rasional sikap dan prilaku manusia dan apa yang dikejar oleh manusia dalam hidup ini sebagai sesuatu yang bernilai. Etika deskriptif memberikan fakta sebagai dasar untuk mengambil keputusan tentang prilaku atau sikap yang mau diambil.
2. Etika Normatif, yaitu etika yang berusaha menetapkan berbagai sikap dan pola prilaku ideal yang seharusnya dimiliki oleh manusia dalam hidup ini sebagai sesuatu yang bernilai. Etika normatif memberi penilaian sekaligus memberi norma sebagai dasar dan kerangka tindakan yang akan diputuskan.
Etika secara umum dapat dibagi menjadi :
a. Etika Umum, berbicara mengenai kondisi-kondisi dasar bagaimana manusia bertindak secara etis, bagaimana manusia mengambil keputusan etis, teori-teori etika dan prinsip-prinsip moral dasar yang menjadi pegangan bagi manusia dalam bertindak serta tolak ukur dalam menilai baik atau buruknya suatu tindakan. Etika umum dapat di analogkan dengan ilmu pengetahuan, yang membahas mengenai pengertian umum dan teori-teori.
b. Etika Khusus, merupakan penerapan prinsip-prinsip moral dasar dalam bidang kehidupan yang khusus. Etika khusus dibagi menjadi dua bagian :
- Etika Individual, yaitu menyangkut kewajiban dan sikap manusia terhadap dirinya sendiri.
- Etika Sosial, yaitu berbicara mengenai kewajiban, sikap dan pola perilaku manusia sebagai anggota umat manusia.
Perlu diperhatikan bahwa etika individual dan etika sosial tidak dapat dipisahkan satu sama lain dengan tajam, karena kewajiban manusia terhadap diri sendiri dan sebagai anggota umat manusia saling berkaitan. Etika sosial menyangkut hubungan manusia dengan manusia baik secara langsung maupun secara kelembagaan (keluarga, masyarakat, negara), sikap kritis terhadap pandangan-pandangan dunia dan idiologi-idiologi maupun tanggung jawab umat manusia terhadap lingkungan hidup.
Dengan demikian luasnya lingkup dari etika sosial, maka etika sosial ini terbagi atau terpecah menjadi banyak bagian atau bidang. Dan pembahasan bidang yang paling aktual saat ini adalah sebagai berikut :
1. Sikap terhadap sesama
2. Etika keluarga
3. Etika profesi
4. Etika politik
5. Etika lingkungan
6. Etika idiologi
B. Etika Kerja Guru
Etika (ethic) bermakna sekumpulan azas atau nilai yang berkenaan dengan akhlak, tata cara (adat, sopan santun) nilai mengenai benar dan salah tentang hak dan kewajiban yang dianut oleh suatu golonga n atau masyarakat. Etika, pada hakikatnya merupakan dasar pertimbangan dalam pembuatan keputusan tentang moral manusia dalam interaksi dengan lingkungannya. Secara umum etika dapat diartikan sebagai suatu disiplin filosofis yang sangat diperlukan dalam interaksi sesama manusia dalam memilih dan memutuskan pola-pola perilaku yang sebaik-baiknya berdasarkan timbangan moral-moral yang berlaku.
Dengan adanya etika, manusia dapat memilih dan memutuskan perilaku yang paling baik sesuai dengan norma-norma moral yang berlaku. Dengan demikian akan terciptanya suatu pola pola hubungan antar manusia yang baik dan harmonis, seperti saling menghormati, saling
menghargai, tolong menolong, dan sebagainya.
Sebagai acuan pilihan perilaku, etika bersumber pada norma-norma moral yang berlaku. Sumber yang paling mendasar adalah agama sebagai sumber keyakinan yang paling asasi, filsafat hidup (di negara kita adalah Pancasila), budaya masyarakat, disiplin keilmuan dan profesi. Dalam dunia pekerjaan, etika sangat diperlukan sebagai landasan perilaku kerja para guru dan tenaga kependidikan lainnya. Dengan etika kerja itu, maka suasana dan kualitas kerja dapat diwujudkan sehingga menghasilkan kualitas pribadi dan kinerja yang efektif, efisien, dan produktif.
Etika kerja lazimnya dirumuskan atas kesepakatan para pendukung pekerjaan itu dengan mengacu pada sumber-sumber dasar nilai dan moral tersebut di atas. Rumusan etika kerja yang disepakati bersama itu disebut kode etik. Kode etik akan menjadi rujukan untuk mewujudkan perilaku etika dalam melakukan tugas-tugas pekerjaan. Dengan kode etik itu pula perilaku etika para pekerja akan dikontrol., dinilai, diperbaiki, dan dikembangkan. Semua anggota harus menghormati, menghayati, dan mengamalkan isi dari semua kode etik yang telah disepakati
bersama. Dengan demikian akan terciptanya suasana yang harmonis dan semua anggota akan merasakan adanya perlindungan dan rasa aman dalam melakukan tugas-tugasnya. Secara umum, kode etik ini diperlukan dengan beberapa alasan, antara lain:
· Untuk melindungi pekerjaan sesuai dengan ketentuandan kebijakan yang telah ditetapkan berdasarkan perundang-undangan yang berlaku.
· Untuk mengontrol terjadinya ketidakpuasan danpersengketaan dari para pelaksana, sehingga dapat menjaga dan meningkatkan stabilitas internal dan eksternal pekerjaan.
· Melindungi para praktisi di masyarakat, terutama dalam hal adanya kasus-kasus penyimpangan tindakan.
· Melindungi anggota masyarakat dari praktek-praktek yang menyimpang dari ketentuan yang berlaku.
Karena kode etik itu merupakan suatu kesepakatan bersama dari para anggota suatu profesi, maka kode etik ini ditetapkan oleh organisasi yang mendapat persetujuan dan kesepakatan dari para anggotanya. Khusus mengenai kode etik guru. di Indonesia, PGRI (Persatuan Guru Republik Indonesia) telah menetapkan kode etik guru sebagai salah satu kelengkapan organisasi sebagaimana tertuang dalam Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga PGRI.
C. Kode Etik Guru
Interpretasi tentang kode etik belum memiliki pengertian yang sama. Berikut ini disajikan beberapa pengertian kode etik.
· Undang-undang Nomor 8 tahun 1974 Tentang Pokok-pokokKepegawaian. Pasal 28 menyatakan bahwa "Pegawai Negeri Sipil mempunyai kode etik sebagai pedoman sikap, tingkah laku perbuatan di dalam dan di luar kedinasan". Dalam Penjelasan Undang-undang tersebut dinyatakan dengan adanya Kode Etik ini, Pegawai Negeri Sipil sebagai aparatur negara, Abdi Negara, dan Abdi Masyarakat mempunyai pedoman sikap, tingkah laku, dan perbuatan dalam melaksanakan tugasnya dan dalam pergaulan hidup sehari-hari. Selanjutnya dalam Kode Etik Pegawai Negeri Sipil itu digariskan pula prinsip-prinsip pokok tentang pelaksanaan tugas dan tanggungjawab pegawai negeri. Dari uraian ini dapat kita simpulkan, bahwa kode etik merupakan pedoman sikap, tingkah laku, dan perbua tan di dalam melaksanakan tugas dan dalam hidup sehari- hari.
· Kongres PGRI ke XIII, Basuni sebagai Ketua Umum PGRI menyatakan bahwa Kode Etik Guru Indonesia merupakan landasan moral dan pedoman tingkah laku guru warga PGRI dalam melaksanakan panggilan pengabdiaan bekerja sebagai guru (PGRI, 1973). Dari pendapat ini dapat ditarik kesimpulan bahwa dalam Kode Etik Guru Indonesia terdapat dua unsur pokok yakni: Sebagai landasan moral, dan Sebagai pedoman tingkah laku.
· Dalam Undang-Undang Guru dan Dosen (UUGD), Pasal 43, dikemukakan sebagai berikut: (1) Untuk menjaga dan meningkatkan kehormatan, dan martabat guru dalam pelaksanaan tugas keprofesionalan, organisasi profesi guru membentuk kode etik; (2) Kode etik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berisi norma dan etika yang mengikat perilaku guru dalam pelaksanaan tugas keprofesionalan.
Dari beberapa pengertian tentang kode etik di atas, menunjukkan bahwa kode etik suatu profesi merupakan norma-norma yang harus diindahkan dan diamalkan oleh setiap anggotanya dalam pelaksanaan tugas dan pergaulan hidup seharihari di masyarakat. Norma-norma tersebut berisi petunjukpetunjuk bagaimana mereka melaksanakan profesinya, dan larangan-larangan, tentang apa yang tidak boleh diperbuat atau dilaksanakan, tidak saja dalam menjalankan tugas profesi, tetapi dalam pergaulan hidup sehari- hari di dalam masyarakat.
1. Tujuan Kode Etik
Pada dasarnya tujuan merumuskan kode etik dalam suatu profesi adalah untuk kepentingan anggota dan kepentingan organisasi.profesi itu sendiri. Secara umum tujuan mengadakan kode etik adalah sebagai berikut.
1. Menjunjung tinggi martabat profesi.
Kode etik dapat menjaga pandangan dan kesan pihak luar atau masyarakat, agar mereka tidak memandang rendah terhadap profesi yang bersangkutan. Oleh karena itu, setiap kode etik suatu profesi akan melarang berbagai bentuk tindak-tanduk atau kelakuan anggotanya yang dapat mencemarkan nama baik profesi.
2. Untuk menjaga dan memelihara kesejahteraan para anggotanya.
Kesejahteraan mencakup lahir (atau material) maupun batin (spiritual, emosional, dan mental). Kode etik umumnya memuat larangan-larangan untuk melakukan perbuatan-perbuatan yang merugikan kesejahteraan para anggotanya. Misalnya dengan menetapkan tarif-tarif minimum bagi honorarium anggota profesi dalam melaksanakan tugasnya, sehingga siapa saja yang mengadakan tarif di bawah minimum akan dianggap tercela dan merugikan rekan seprofesi. Dalam hal kesejahteraan batin, kode etik umumnya memberi petunjukpetunjuk kepada anggotanya untuk melaksanakan profesinya.
3. Pedoman berperilaku.
Kode etik mengandung peraturan yang membatasi tingkah laku yang tidak pantas dan tidak jujur bagi para anggota prof'esi dalam berinteraksi dengan sesama rekan anggota profesi.
4. Untuk meningkatkan pengabdian para anggota profesi.
Kode etik berkaitan dengan peningkatan kegiatan pengabdian profesi, sehingga bagi para anggota profesi dapat dengan mudah mengetahui tugas dan tanggungjawab pengabdiannya dalam melaksanakan tugasnya. Oleh karena itu, kode etik merumuskan ketentuan-ketentuan yang perlu dilakukan para anggota profesi dalam menjalankan tugasnya.
5. Untuk meningkatkan mutu profesi.
Kode etik memuat norma norma dan anjuran agar para anggota profesi selalu berusaha untuk meningkatkan mutu pengabdian para anggotanya.
6. Untuk meningkatkan mutu organisasi profesi.
Kode etik mewajibkan setiap anggotanya untuk aktif berpartisipasi dalam membina organisasi profesi dan kegiatan-kegiatan yang dirancang organisasi.
Dari uraian di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa tujuan suatu profesi menyusun kode etik adalah untuk menjunjung tinggi martabat profesi, menjaga dan memelihara kesejahteraan para anggota, meningkatkan pengabdian anggota profesi, dan meningkatkan mutu profesi dan mutu organisasi profesi.
2. Penetapan Kode Etik
Kode etik hanya dapat ditetapkan oleh suatu organisasi profesi yang berlaku dan mengikat para anggotanya, lazimnya dilakukan dalam suatu kongres organisasi profesi. Dengan demikian, penetapan kode etik tidak boleh dilakukan secara perorangan, tetapi harus dilakukan oleh organisasi, sehingga orang-orang yang tidak menjadi anggota profesi, tidak dapat dikenankan Kode etik hanya akan mempunyai pengaruh yang kuat dalam menegakkan disiplin di tangan profesi tersebut, jika semua orang yang menjalankan profesi tersebut bergabung dalam profesi yang bersangkutan. Jika setiap orang yang menjalankan suatu profesi secara otomatis bergabung dalam suatu organisasi, maka ada jaminan bahwa profesi tersebut dapat dijalankan secara murni dan baik, karena setiap anggota profesi yang melakukan pelanggaran serius terhadap kode etik dapat dikenakan sanksi.
3. Sanksi Pelanggaran Kode Etik
Seringkali negara mencampuri urusan profesi, sehingga hal-hal yang semula hanya merupakan kode etik suatu profesi tertentu dapat meningkat menjadi peraturan hukum atau undangundang. dengan demikian, maka aturan yang mulanya sebagai landasan moral dan pedoman tingkah laku meningkat menjadi aturan yang memberikan sanksi-sanksi yang sifatnya memaksa, baik berupa aksi perdata maupun pidana.Sebagai contoh dalam hal ini jika seseorang anggota profesi bersaing secara tidak jujur atau curang dengan sesama anggota profesinya, dan jika dianggap kecurangan itu serius, maka dituntut di muka pengadilan. Pada umumnya karena kode merupakan landasan moral, pedoman sikap, tingkah laku, dan perbuatan; sanksi terhadap pelanggaran kode etik adalah sanksi moral. Barang siapa melanggar kode etik, akan mendapat cela dari rekanrekannya, sedangkan sanksi yang dianggap terberat adalahpelanggar dikeluarkan dari organisasi profesi.
4. Kode Etik Guru Indoensia
Kode Etik Guru di Indonesia dapat dirumuskan sebagai himpunan nilai-nilai dan norma-norma profesi guru yang tersusun dengan baik, sistematik dalam suatu sistem yang utuh. Kode Etik Guru Indonesia berfungsi sebagai landasan moral dan pedoman tingkah laku setiap guru warga PGRI dalam menunaikan tugas pengabdiannya sebagai guru, baik di dalam maupun di luar sekolah serta dalam pergaulan hidup seharihari di masyarakat. Dengan demikian, Kode Etik Guru Indonesia merupakan alat yang amat penting untuk pembentukan sikap profesional para anggota profesi keguruan. Seperti halnya profesi lain, Kode Etik Guru Indonesia ditetapkan dalam suatu kongres yang dihadiri oleh seluruh utusan. Cabang dan Pengurus Daerah PGRI dari seluruh penjuru tanah air, pertama dalam Kongres ke XIII di Jakarta tahun 1973, dan kemudian disempurnakan dalam Kongres PGRI ke XVI tahun 1989 juga di Jakarta. Adapun teks Kode Etik Guru Indonesia yang telah disempurnakan tersebut adalah sebagai berikut.
KODE ETIK GURU INDONESIA
Guru Indonesia menyadari, bahwa pendidikan adalah bidang pengabdian terhadap Tuhan Yang Maha Esa, Bangsa, dan negara, serta kemanusiaan pada umumnya. Guru Indonesia yang berjiwa Pancasila dan setia pada Undang-undang Dasar 1945, turut bertanggungjawab atas terwujdunya cita-cita Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia 17 Agustus 1945. Oleh sebab itu, Guru Indonesia terpanggil untuk menunaikan karyanya dengan mendominasi dasar-dasar sebagai berikut:
1. Guru berbakti membimbing peserta didik untuk membentuk manusia Indonesia seutuhnya yang berjiwa Pancasila.
2. Guru memiliki dan melaksanakan kejujuran profesional.
3. Guru berusaha memperoleh informasi tentang peserta didik sebagai bahan melakukan bimbingan dan pembinaan.
4. Guru menciptakan suasana sekolah sebaik-baiknya yang menunjang berhasilnya proses belajar-mengajar.
5. Guru memelihara hubungan baik dengan orang tua murid dan masyarakat di sekitarnya untuk membina peran serta dan rasa tanggungjawab bersama terhadap pendidikan.
6. Guru secara pribadi dan bersama-sama mengembangkan dan meningkatkan mutu dan martabat profesinya.
7. Guru memelihara hubungan seprofesi, semangat kekeluargaan, dan kesetiakawanan sosial.
8. Guru secara bersama-sama memelihara dan meningkatkan mutu organisasi PGRI sebagai sarana perjuangan dan pengabdian.
9. Guru melaksanakan segala kebijakan Pemerintah dalam bidang pendidikan