Substansi dari pendidikan kejuruan harus menampilkan karakteristik pendidikan kejuruan yang tercermin dalam aspek-aspek yang erat dengan perencanaan kurikulum, yaitu :
1. Orientasi (Orientation)
Kurikulum pendidikan kejuruan telah berorientasi pada proses dan hasil atau lulusan. Keberhasilan utama kurikulum pendidikan kejuruan tidak hanya diukur dengan keberhasilan pendidikan peserta didik di sekolah saja, tetapi juga dengan hasil prestasi kerja dalam dunia kerja. Finch dan Crunkilton (1984 : 12) mengemukakan bahwa : Kurikulum pendidikan kejuruan berorientasi terhadap proses (pengalaman dan aktivitas dalam lingkungan sekolah) dan hasil (pengaruh pengalaman dan aktivitas tersebut pada peserta didik).
2. Dasar kebenaran/Justifikasi (Justification)
Pengembangan program pendidikan kejuruan perlu adanya alasan atau justifikasi yang jelas. Justifikasi untuk program pendidikan kejuruan adalah adanya kebutuhan nyata tenaga kerja di lapangan kerja atau di dunia usaha dan industri. Dasar kebenaran/justifikasi pendidikan kejuruan menurut Finch dan Crunkilton (1984 : 12), meluas hingga lingkungan sekolah dan masyarakat. Ketika kurikulum berorientasi pada peserta didik, maka dukungan bagi kurikulum tersebut berasal dari peluang kerja yang tersedia bagi para lulusan.
3. Fokus (Focus)
Fokus kurikulum dalam pendidikan kejuruan tidak terlepas pada pengembangan pengetahuan mengenai suatu bidang tertentu, tetapi harus secara simultan mempersiapkan peserta didik yang produktif. Finch dan Crunkilton (1984 : 13) mengemukakan bahwa : Kurikulum pendidikan kejuruan berhubungan langsung dengan membantu siswa untuk mengembangkan suatu tingkat pengetahuan, keahlian, sikap dan nilai yang luas. Setiap aspek tersebut akhirnya bertambah dalam beberapa kemampuan kerja lulusan. Lingkungan belajar pendidikan kejuruan mengupayakan di dalam mengembangkan pengetahuan peserta didik, keahlian meniru, sikap dan nilai serta penggabungan aspek-aspek tersebut dan aplikasinya bagi lingkkungan kerja yang sebenarnya.
Seluruh kemampuan tersebut di atas, dapat dikuasai oleh peserta didik melalui pengalaman belajar yang diberikan, yaitu berupa rangsangan yang diaplikasikan baik pada situasi kerja yang tersimulasi lewat proses belajar mengajar di sekolah maupun situasi kerja yang sebenarnya pada dunia usaha atau industri (pembelajaran di dunia kerja). Dari hasil belajar atau kemampuan yang telah dikuasai diharapkan dapat memberikan kontribusi pada pengembangan diri peserta didik, sehingga mereka mampu bekerja sesuai dengan tuntutan dunia usaha dan industri.
4. Standar keberhasilan di sekolah (In-school success standards)
Kriteria untuk menentukan keberhasilan suatu lembaga pendidikan kejuruan diukur dari keberhasilan peserta didik di sekolah, mengenai beberapa aspek yang akan dia masuki. Penilaian keberhasilan pada peserta didik di sekolah harus pada penilaian sebenarnya atau kemampuan melakukan suatu pekerjaan. Dengan kata lain bahwa dalam standar keberhasilan sekolah harus berhubungan erat dengan keberhasilan yang diharapkan dalam pekerjaan, dengan kriteria yang digunakan oleh guru dengan mengacu pada standar atau prosedur kerja yang telah ditentukan oleh dunia kerja (dunia usaha dan dunia industri).
5. Standar keberhasilan di luar sekolah (Out-of school success standards)
Penentu keberhasilan tidak terbatas pada apa yang terjadi di lingkungan sekolah. Standar keberhasilan di luar sekolah berkaitan dengan pekerjaan atau kemampuan kerja yang biasanya dilakukan oleh dunia usaha atau dunia industri. Menurut Starr (1975), bahwa : Walaupun standar keberhasilan beragam antar sekolah dan antar Negara, tetapi keberhasilan tersebut seringkali mengambil bentuk kepuasan pegawai dengan keahlian lulusan, suatu persentase tinggi lulusan yang mendapatkan pekerjaan di bidang persiapan atau dalam bidang yang berhubungan, kepuasan kerja lulusan, kemajuan yang dialami lulusan.
Sebagai contoh, untuk menentukan keberhasilan di luar sekolah yang sudah dilakukan pada SMK adalah dengan dilaksanakannya uji level untuk kelas X dan XI, serta uji kompetensi untuk kelas XII yang dilakukan oleh dunia usaha atau industri berdasarkan standar kompetensi nasional sesuai bidang keahlian.
Standar kelulusan di luar sekolah (out-of school success standards) dilakukan oleh dunia usaha dan industri yang mengacu pada standar kompetensi sesuai bidang keahlian atau produk yang dihasilkan oleh masing-masing industri.
6. Hubungan kerja sama dengan masyarakat (School-community relationships)
Suatu usaha pendidikan harus berhubungan dengan masyarakat, demikian pula dengan pendidikan kejuruan memiliki tanggung jawab di dalam mempertahankan hubungan yang kuat dengan berbagai bidang keahlian yang berkembang di masyarakat.
Pengertian msyarakat yang dimakasud adalah dunia usaha dan dunia industri. Penyelenggaraan pendidikan kejuruan harus relevan dengan tuntutan kerja pada dunia usaha atau industri, maka masalah hubungan antara lembaga pendidikan dengan dunia usaha atau industri merupakan suatu ciri karakteristik yang penting bagi pendidikan kejuruan.
Perwujudan hubungan timbal balik berupa kesediaan dunia usaha atau industri, menampung peserta didik untuk mendapat kesempatan pengalaman belajar di lapangan kerja atau industri, merupakan bentuk kerjasama yang saling menguntungkan.
7. Keterlibatan pemerintah pusat (Federal involvement)
Keterlibatan pemerintah pusat ini berkaitan dengan dana pendidikan yang akan dialokasikan, karena hal ini akan mempengaruhi kurikulum. Misalnya : Ketentuan jam pengajaran kejuruan tertentu dan jenis perlengkapan tertentu yang digunakan di bengkel atau laboratorium dapat membantu perkembangan suatu tingkat kualitas yang lebih tinggi.
8. Kepekaan (Responsivenenss)
Komitmen yang tinggi untuk selalu berorientasi ke dunia kerja, pendidikan kejuruan harus mempunyai ciri berupa kepekaan atau daya suai terhadap perkembangan masyarakat pada umumnya, dan dunia kerja pada khususnya. Perkembangan ilmu dan teknologi, inovasi dan penemuan-penemuan baru di bidang produksi dan jasa, besar pengaruhnya terhadap perkembangan pendidikan kejuruan. Untuk itulah pendidikan kejuruan harus bersifat responsif proaktif terhadap perkembangan ilmu dan teknologi, dengan upaya lebih menekankan kepada sifat adaptabilitas dan fleksibilitas untuk menghadapi prospek karir peserta didik dalam jangka panjang.
9. Logistik
Kurikulum pendidikan kejuruan dalam implementasi kegiatan pembelajaran perlu didukung oleh fasilitas beajar yang memadai, karena untuk mewujudkan situasi belajar yang dapat mencerminkan situasi dunia kerja secara realistis dan edukatif, diperlukan banyak perlengkapan, sarana dan perbekalan logistik. Bengkel kerja dan laboratorium adalah kelengkapan utama dalam sekolah kejuruan yang harus ada sebagai fasilitas bagi peserta didik di dalam mengembangkan kemampuan kerja sesuai dengan tuntutan dunia usaha dan industri.
Kebutuhan untuk koordinasi program kejuruan yang bekerja sama dengan industri di masyarakat, berhubungan erat untuk menjalin dan mempertahankan pusat kerja bagi peserta didik menunjukkan suatu susunan unit permasalahan logistik.
10. Pengeluaran (Expense)
Pengeluaran rutin sebagai biaya pendidikan pada pendidikan kejuruan yang menunjang kegiatan pembelajaran, mencakup biaya listrik, air, pemeliharaan dan penggantian peralatan, biaya transportasi ke lokasi/industri (tempat praktek kerja/magang) yang jauh dari sekolah. Di samping itu, peralatan harus diperbaharui secara periodik juga guru berharap untuk memberikan pengalaman belajar yang sebenarnya bagi peserta didik sebagaimana layaknya di industri, maka ini bisa menjadi mahal. Yang terakhir yang juga harus menjadi perhatian adalah pembelian bahan habis sebagai bahan praktikum yang digunakan secara rutin sesuai dengan program keahlian yang dikembangkan pada SMK masing-masing.
Dari uraian mengenai karakteristik pendidikan kejuruan yang disarikan dari Finch dan Crunkilton (1984) di atas, dapat dijadikan acuan di dalam pengembangan kurikulum pendidikan kejuruan di Indonesia. Kurikulum pendidikan kejuruan yang dikembangkan di Indoneisa seyogianya mengacu pada karakteristik sebagai berikut :
a. Pendidikan kejuruan diarahkan untuk mempersiapkan peserta didik memasuki lapangan kerja.
b. Pendidikan kejuruan didasarkan atas kebutuhan dunia kerja.
c. Fokus isi pendidikan kejuruan ditekankan pada penguasaan pengetahuan, keterampilan, sikap dan nilai-nilai yang dibutuhkan oleh dunia kerja.
d. Penilaian yang sesungguhnya terhadap kesuksesan peserta didik harus pada “hands-on” atau performance dalam dunia kerja.
e. Hubungan yang erat dengan dunia kerja merupakan kunci keberhasilan pendidikan kejuruan.
f. Pendidikan kejuruan yang baik adalah responsif dan antisipatif terhadap kemajuan teknologi.
g. Pendidikan kejuruan lebih ditekankan pada “learning by doing” .
h. Pendidikan kejuruan memerlukan fasilitas yang mutakhir untuk praktek sesuai dengan tuntutan dunia usaha dan industri