a. Pengertian Grounded Theory
Penjelasan Creswell (1995:…) tentang grounded theory adalah sebagai berikut: “In this approach, researchers are responsible for developing other theories that emerge from observing a group. The theories are “grounded” in the group’s observable experiences, but researchers add their own insight into why those experiences exist. In essence, grounded theory attempts to “reach a theory or conceptual understanding through stepwise, inductive process.”
Intinya: “Dalam pendekatan ini, peneliti bertanggung jawab untuk mengembangkan teori-teori lain yang muncul dari pengamatan terhadap suatu kelompok. Teori-teori itu bersifat “grounded” dalam pengalaman-pengalaman kelompok yang diamati; tetapi peneliti menambahkan pemahamannya sendiri ke dalam pengalaman-pengalaman itu. Esensinya, grounded theory berusaha mencapai suatu teori atau pemahaman konseptual melalui proses bertahap dan induktif.”
Tentang tujuan dan perspektif grounded theory, Creswell menjelaskan: – “The phrase “grounded theory” refers to a theory that is develop inductively from a corpus of data. If done well, this means that the resulting theory at least fit one dataset perfectly. This contrasts with theory derived deductively from grand theory, without the help of data.”
– “Grounded theory takes a case rather than variable perspective, although the distinction is nearly impossible to draw. This means in part that the researcher takes different cases to be wholes, in which the variable interact as a unit to produce certain outcomes. A case-oriented perspective tends to assume that variables interact in complex ways, and is suspicious of simple additive models, such as ANOVA with main effects only.”
Intinya: – Grounded theory mengacu pada teori yang dikembangkan secara induktif dari data. Apabila grounded theory dilakukan dengan baik teori yang dihasilakn cocok dengan data. Teori ini berbeda dengan teori yang dihasilkan secara deduktif dari grand theory, tanpa bantuan data.
– Grouded theory lebih mengambil perspektif studi kasus daripada perspektif variabel, meskipun pembedaan ini hampir tidak dapat dibuat. Hal ini untuk sebagian berarti peneliti mempelajari kasus untuk menjadi keseluruhan, di dalamnya variabel-variabel berinteraksi sebagai unit untuk membuahkan hasil-hasil tertentu. Perspektif orientasi kasus cenderung mengasumsikan bahwa variabel-variabel berinteraksi secara kompleks, dan curiga dengan model-model aditif seperti ANOVA dengan hanya akibat utama saja.
Selanjutnya, penjelasan lanjutan tentang tujuan dan perspektif grounded theory sebagai berikut: “Although not part of the grounded theory rhetoric, it is apparent that grounded theorists are concerned with or largerly influenced by emic understandings of the world: they use categories drawn from respondents themselves and tend to focus on making implicit belief systems explicit.”
Intinya: “Meskipun bukan bagian dari retorika grounded theory, jelaslah bahwa teoretikus-teoretikus grounded theory memperhatikan atau dipengaruhi secara luas oleh pemahaman-pemahaman emik tentang dunia, mereka menggunakan kategori-kategori dari responden mereka sendiri, dan cenderung memfokuskan pada penyusunan sistem kepercayaan implisit menjadi eksplisit.”
Menurut Strauss dan Corbin (1990: 23) grounded theory: “is one that inductively derived from the study of the phenomenon it represents. That is it discovered, develoved, and provisionally verified through systematic data collection and analysis data pertaining to that phenomenon. Therefore, data collection, analysis, and theory stand in reciprocal relationship with each other. One does not begin with a theory, than prove it. Rather, one begins with an area of study and what is relevant to that area is allowed to emerge”.
Kutipan tersebut mempunyai arti: grounded theory adalah teori yang diperoleh dari hasil pemikiran induktif dalam suatu penelitian tentang fenomena yang ada. Grounded theory ini ditemukan, dikembangkan dan dibuktikan melalui pengumpulan data secara sistematis dan analisis data yang terkait dengan fenomena tersebut. Oleh karena itu kumpulan data, analisis dan teori saling mempengaruhi satu sama lain. Peneliti tidak mulai dengan suatu teori kemudian membuktikannya, tetapi memulai dengan melakukan penelitian dalam suatu bidang, kemudian apa yang relevan dengan bidang tersebut dianalisis.
Selanjutnya menurut Strauss dan Corbin (1990: 23) terdapat 4 (empat) kriteria utama untuk menilai apakah suatu grounded theory dibangun dengan baik. Empat kriteria tersebut adalah: 1) kecocokan (fit), 2) dipahami (understanding), 3) berlaku umum (generality), 4) dan pengawasan (controll).
Dikatakan cocok (fit) apabila suatu teori itu tepat untuk kenyataan sehari-hari dari bidang yang benar-benar diteliti, dan cermat diterapkan untuk bermacam-macam data. Bila demikian itu berarti cocok (fit) untuk bidang yang benar-benar diteliti. Hal ini seperti dijelaskan oleh Strauss dan Corbin sebagai berikut: “If theory is faithful to the everyday reality of substansive area and carefully induced from diverse data, then it should fit that substansive area”.
Dikatakan dipahami (understanding) apabila grounded theory menggambarkan kenyataan (realitas), ini juga berarti bersifat komprehensif dan dapat dipahami baik oleh individu-individu yang diteliti maupun oleh peneliti pada waktu melaksanakan studi dilapangan. Hal ini seperti yang dijelaskan oleh Strauss dan Corbin sebagai berikut: “Because it represents that reality, it should also be comprehensible and make sense both to the persons who were studied and those practicing in the area”.
Dikatakan berlaku umum (generality) jika data yang menjadi dasar grounded theory itu komprehensif dan interpretasi-interpretasinya bersifat konseptual dan luas, maka grounded theory itu menjadi cukup abstrak dan mencakup variasi-variasi yang memadai sehingga mampu diaplikasikan untuk beragam konteks yang berkaitan dengan fenomena yang diteliti. Dengan demikian teori itu berlaku umum (generality). Hal ini seperti yang dijelaskan Strauss dan Corbin sebagai berikut: “If the data upon which it is based are comprehensive and the interpretation conceptual and broad, then the theory should be abstract enough and include sufficient variation to make it applicable to a variety of contexts related to that phenomenon”.
Dikatakan pengawasan (controll) karena grounded theory memberikan pengawasan berkenaan dengan kegiatan-kegiatan yang mengarah pada fenomena. Hal ini disebabkan karena hipotesis-hipotesis yang mengajukan hubungan antar konsep - yang selanjutnya dapat digunakan sebagai pembimbing penelitian – secara sistematik diambil dari data aktual yang berhubungan hanya pada fenomena. Hal ini seperti dijelaskan Strauss dan Corbin sebagai berikut: “Finally, the theory should provide controll with regard to action toward the phenomenon. This is because the hyphotheses proposing relationship among concepts – which later way be used to guide action – are systematically derived from actual data related to that (and only that) phenomenon”.
Mengenai pendekatan yang digunakan dalam grounded theory dijelaskan oleh Strauss dan Corbin sebagai berikut: “Grounded theory adalah suatu penelitian kualitatif yang menggunakan seperangkat prosedur yang sistematis untuk menyusun secara induktif teori tentang suatu fenomena. Penelitian tersebut akan menghasilkan rumusan teoritis tentang suatu realitas, yang terdiri dari sejumlah atau sekelompok tema-tema yang mempunyai kaitan secara tidak ketat. Melalui cara ini, konsep dan hubungan tema-tema tersebut tidak hanya dapat diberlakukan secara umum, tetapi juga diuji sementara”. Hal ini seperti yang dijelaskan oleh Strauss dan Corbin sebagai berikut: “The grounded theory approach is a qualitative research method that uses a systematic set a procedures to develop an inductively derived grounded theory about a phenomenon. The research findings constitute a theoritical formulation of the reality under investigation, rather than consist of a set of number, or a group of loosely related themes. Through this metodology, the concepts and relationships among them are not only generated but they are also provisionally tested. The procedures of the approach are many and rather specific, as you will see”.
Sedang tujuan dari grounded theory adalah menyusun teori yang tepat dan memberi gambaran yang jelas tentang bidang yang diteliti. Peneliti-peneliti bekerja dalam tradisi yang demikian, dan berharap teori yang mereka bangun dapat dikaitkan dengan teori-teori lain dalam disiplin masing-masing dan implikasinya dapat berguna dalam penerapannya. Hal ini seperti yang dijelaskan Strauss dan Corbin sebagai berikut: “The purpose of grounded theory method is, of course, to build theory that is faithful to add illuminates the area under study. Researchers working in this tradition also hope that their theories will ultimately be related to others within their respective disiplines in a cumulative fashion, and that the theory’s implications will have useful application”.
Untuk melakukan penelitian grounded theory diperlukan adanya kepekaan teori (theoretical sensitivity). Bahkan kepekaan teori sering diasosiasikan dengan grounded theory (Theoretical sensitivity is a term frequently associated with grounded theory) (Strauss dan Corbin, 1990: 41). “Kepekaan teori mengacu kualitas pribadi dari seorang peneliti. Ini diindikasikan adanya suatu kesadaran terhadap kehalusan makna (subtleties) dari data. Seseorang sampai pada suatu situasi penelitian dengan bermacam-macam tingkat kepekaan, dan hal ini tergantung dari apa yang dipelajari sebelumnya dan pengalaman yang relevan dengan suatu bidang. Hal ini juga dapat dikembangkan lebih jauh selama proses penelitian. Kepekaan teoritis mengacu pada sifat pemahaman yang dimiliki, kemampuan memberi makna pada data, kemampuan untuk memahami, kemampuan memisahkan hal yang berkaitan dari hal-hal yang tidak berkaitan. Ini semua dilakukan dengan istilah-istilah konseptual lebih dari istilah-istilah kongkret. Kepekaan teori memampukan seseorang mengembangkan sesuatu menjadi teori dari dasar, dikonseptualisasikan secara mantap dan terintegrasi secara baik ……”. Hal ini seperti dijelaskan Strauss dan Corbin sebagai berikut: “Theoretical sensitivity refers to a personal quality of the researcher. It indicates an awareness of the subleties of meaning of data. One can came to the research situation with varying degrees of sensitivity depending upon previous reading and experience with or relevant to an area. It can also be developed further during the research process. Theoretical sensitivity refers to the attribute of having insight, the ability to give meaning to data, the capacity to understand, and capability to separate the partinent from that which isn’t. All this is done in conceptual rather than concrete terms. It is theoretical sensitivity that allows one to develop a theory that is grounded conceptually dense, and well integrated....(Strauss & Corbin, 1990: 41 – 42)”.
Selanjutnya dijelaskan bahwa kepekaan teoretik berasal dari sejumlah sumber. Salah satu sumber adalah literatur yang meliputi: bacaan teori, penelitian dan berbagai macam dokumen (misalnya biografi publikasi tentang pemerintahan). Dengan dimilikinya keakraban dengan publikasi-publikasi tersebut, akan dimiliki latar belakang informasi yang kaya dan sensitif terhadap kejadian dalam fenomena yang sedang dipelajari. Hal ini seperti dijelaskan Strauss dan Corbin sebagai berikut: “Theoretical sensitivity comes from a number of sources. Once sources is literature, which include readings on theory, research and document (e.q biographies, government publications) of various kinds. By having some familiarity with these publications, you have a rich background og information that “sensitizes” you to what is going on with the phenomenon you are studying”.
Dari penjelasan-penjelasan tersebut di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa grounded theory adalah suatu yang bersifat konseptual atau teori sebagai hasil pemikiran induktif dari data yang dihasilkan dalam penelitian mengenai suatu fenomena. Atau suatu teori yang dibangun dari data suatu fenomena dan dianalisis secara induktif, bukan hasil pengujian teori yang telah ada. Untuk menganalisis data secara induktif diperlukan kepekaan teori (theoretical sensitivity).
Agar hasil analisis secara induktif terhadap data fenomena tersebut dapat dikatakan sebagai grounded theory harus memenuhi 4 (empat) kriteria sebagai berikut: 1) cocok (fit) yaitu apabila teori yang dihasikan cocok dengan kenyataan sehari-hari sesuai bidang yang diteliti, 2) dipahami (understanding) yaitu apabila teori yang dihasilkan menggambarkan realitas (kenyataan) dan bersifat komprehensif, sehingga dapat dipahami oleh individu-individu yang diteliti maupun oleh peneliti, 3) berlaku umum (generality) yaitu apabila teori yang dihasilkan meliputi berbagai bidang yang bervariasi sehingga dapat diterapkan pada fenomena dalam konteks yang bermacam-macam, 4) pengendalian (controll) yaitu apabila teori yang dihasilkan mengandung hipotesis-hipotesis yang dapat digunakan dalam kegiatan membimbing secara sistematik untuk mengambil data aktual yang hanya berhubungan dengan fenomena terkait.
b. Ciri-ciri Grounded theory
Dari penjelasan-penjelasan Strauss dan Corbin tentang grounded theory tersebut di atas juga dapat ditarik kesimpulan tentang ciri-ciri grounded theory sebagai berikut:
1) Grounded theory dibangun dari data tentang suatu fenomena, bukan suatu hasil pengembangan teori yang sudah ada.
2) Penyusunan teori tersebut dilakukan dengan analisis data secara induktif bukan secara deduktif seperti analisis data yang dilakukan pada penelitian kuantitatif.
3) Agar penyusunan teori menghasilkan teori yang benar disamping harus dipenuhi 4 (empat) kriteria yaitu: cocok (fit), dipahami (understanding), berlaku umum (generality), pengawasan (controll), juga diperlukan dimilikinya kepekaan teoretik (theoretical sensitivity) dari si peneliti. Kepekaan teori adalah kualitas pribadi si peneliti yang memiliki pengetahuan yang mendalam sesuai bidang yang diteliti, mempunyai pengalaman penelitian dalam bidang yang relevan. Dengan pengetahuan dan pengalamannya tersebut si peneliti akan mampu memberi makna terhadap data dari suatu fenomena atau kejadian dan peristiwa yang dilihat dan didengar selama pengumpulan data. Selanjutnya si peneliti mampu menyusun kerangka teori berdasarkan hasil analisis induktif yang telah dilakukan. Setelah dibandingkan dengan teori-teori lain dapat disusun teori baru.
4) Kemampuan peneliti untuk memberi makna terhadap data sangat diperngaruhi oleh kedalaman pengetahuan teoretik, pengalaman dan penelitian dari bidang yang relevan dan banyaknya literatur yang dibaca. Hal-hal tersebut menyebabkan si peneliti memiliki informasi yang kaya dan peka atau sensitif terhadap kejadian-kejadian dan peristiwa-peristiwa dalam fenomena yang diteliti.