PENDEKATAN SISTIM ( The System Approach )
Dalam system approach, Administrasi Negara dilihat dari suatu totalitas yang berhubungan satu sama lain dan saling mempengaruhi , sehingga apabila terjadi satu bagian macet akan menimbulkan kekurang lancaran pada bagian-bagian lainnya. Sebagai suatu totalitas dan suatu kesatuan Sistim Administrasi Negara seperti dikemukakan oleh Simon, Pfiffner, J. Davis, L.D. White maupun Waldo dan sebagainya dalam arti luas sekali mencakup Badan Legislatif, Eksekutif dan Yudikatif.
Dengan sistim approach ini maka badan eksekutif akan mengalami hambatan apabila badan legislative dalam kerangka membuat UU yang akan menjadi pedoman pelaksanaan badan eksekutif kurang lancar, disebabkan dalam badan perwakilan politik tidak terdapat mayoritas suara untuk sesuatu keputusan, atau juga kerja badan eksekutif tidak atau kurang lurus disebabkan badan yudikatif sebagai badan pengawas yudisiil yang berfungsi untuk mengawasi pemerintah agar supaya Pemerintah itu berjalan sesuai dengan UU dan tidak melanggar hak-hak azasi manusia, tidak atau kurang berjalan efektif. Disini terlihat antara ke 3 badan itu saling mempengaruhi, oleh karena itu Administrasi Negara sebagai suatu sistim akan dipengaruhi oleh sistim-sistim lain terutama sistim politik dan sosial.
Dalam masyarakat yang sistim sosialnya masih paternalistis, feodalistis, otokratis akan susah sekali melahirkan suatu sistim administrasi Negara yang demokratis, disebabkan sistim sosial yang demikian akan menjadi kekuatan pendukung bagi sistim administrasi Negara yang diktatoris.
Perbedaan antara Sistim Administrasi Negara Demokratis dengan Sistim Administrasi Negara Diktatoris.
* Sistim Administrasi Negara Demokratis :
1. Public Policy dibuat oleh Badan Perwakilan Politik hasil pemilu melalui sistim 2 partai atau banyak partai.
2. Top Public Administrator atau Kepala Pemerintahan atau Badan Administrasi Negara bertanggung jawab pada Badan Perwakilan Politik dalam Negara yang menganut sistim cabinet parlementer seperti Perancis, Nederland, Inggris, Israel, dsb, ataupun langsung pada rakyat apabila Negara itu menganut sistim cabinet Presidentil seperti Amerika Serikat.
3. Wewenang Top Public Administrator dibatasi oleh UU dan harus dijalankan sesuai dengan UU.
4. Top Public Administrator tidak diperkenankan untuk membuat UU.
5. Top Public Administrator tidak mempunyai kekuasaan atas badan yudikatif.
6. Top Public administrator melaksanakan sistim manajemen terbuka, yaitu menyelenggarakan social participation, social responsility, social support dan social control, seperti Amerika Serikat, Perancis, Jepang, dsbnya.
7. Komunikasi dalam pemerintahan atau administrasi Negara yang demokratis bersifat dua arah yaitu dari pemerintah kepada rakyat dan dari rakyat kepada pemerintah apakah melalui badan-badan Negara ataupun melalui media pers.
8. Kepemimpinan dalam pemerintahan/administrasi Negara dari seluruh eselon terbuka atas kritik dan mengeritik dianggap sebagai partner yang setia dalam menjalankan pemerintahan.
9. Pengangkatan aparatur pemerintahan/administrasi Negara menganut merit system yaitu berdasarkan atas kecakapan dan prestasi kerja bukan didasarkan kepada soal like dan dislike.
10. Aparatur pemerintahan merupakan public servant untuk mewujudkan keamanan, keadilan, kesejahteraan dan kemerdekaan.
* Sistim Administrasi Negara Diktatoris
1. Public Policy dibuat oleh Badan Perwakilan Politik dimana anggota-anggotanya diangkat atau ditunjuk Kepala Pemerintahan atau hasil pemilu melalui sistim satu partai, atau dimana di Negara itu tidak terdapat badan perwakilan politik, maka public policy dibuat oleh Kepala Pemerintahan sendiri.
2. Top Aministrator tidak bertanggung jawab pada Badan Perwakilan Politik atau pada rakyat, mengingat anggota-anggota Badan Perwakilan Politik itu berdasarkan persetujuan sendiri dan rakyat dianggap telah terwakili oleh dirinya sendiri sepertti Italia-Mussolini, Jerman-Hitler dan lain-lain.
3. Wewenang Top Public Administrator tak dibatasi UU secara materiel walaupun UU secara formil ada.
4. Top Public Administrator dapat membuat UU melalui dekrit ataupun melalui badan perwakilan politik yang anggota-anggotanya secara keseluruhan diangkat atau disetujuinya sendiri.
5. Top Public Administrator mempunyai kekuasaan atau ikut campur dalam urusan Judikatif.
6. Top Public Administrator melaksanakan sistim close management yaitu menutup social participation, social responsibility, dan social control, tetapi menghidupkan social support dengan jalan penerapan penerangan seperti Uganda-Idi Amin, Lybia –Muamar Gathafi, dan sebagainya.
7. Komunikasi dalam pemerintahan bersifat satu arah yaitu dari pemerintah kepada rakyat dan bersifat indoktrinatif dalam rangka membina public opinion/opini masyarakat untuk menimbulkan social support.
8. Kepemimpinan dari pemerintahan/administrasi Negara yang diktatoris dari seluruh eselon bersikap tertutup atas kritik, pengeritik dianggap sebagai pelanggar UU dan sebagai penghianat, seperti Uganda-Idi Amin, dsbnya.
9. Pengangkatan aparatur pemerintah menganut spoil system, berdasarkan pertimbangan kekuatan politik tanpa menghiraukan kecakapan kerja. Aparatur pemerintahan merupakan public oppressor terhadap keadilan dan kemerdekaan perorangan.