Fungsi Operatif Manajemen Sumber Daya Manusia
Menurut Mangkunegara (2001;
2) terdapat enam (6) fungsi operatif manajemen sumber daya manusia, yaitu:
1. Pengadaan tenaga kerja terdiri dari:
a. Perencanaan
sumber daya manusia
b. Analisis
jabatan
c. Penarikan
pegawai
d. Penempatan
kerja
e. Orientasi
kerja (job orientation)
2. Pengembangan tenaga kerja mencakup:
a. Pendidikan
dan pelatihan (training and development)
b. Pengembangan
(karier)
c. Penilaian
prestasi kerja
3. Pemberian balas jasa mencakup:
a. Balas jasa langsung
terdiri dari: Gaji / upah dan Insentif
b. Balas jasa tidak langsung terdiri dari: Keuntungan
(benefit)dan Pelayanan / kesejahteraan
(services).
4. Integrasi mencakup:
a. Kebutuhan karyawan
b. Motivasi kerja
- Kepuasan kerja
- Disiplin kerja
- Partisipasi kerja
5. Pemeliharaan tenaga kerja
mencakup:
a. Komunikasi kerja
b. Kesehatan dan keselamatan kerja
c. Pengendalian konflik kerja
d.
Konseling kerja
6.Pemisahan tenaga kerja mencakup:
Pemberhentian karyawan
Pengawasan
Henry Fayol dalam bukunya general industrial manajemen
(Sarwoto, 2003: 93) mengemukakan pengawasan, adalah: “…Dalam setiap usaha, pengawasan
terdiri atas tindakan meneliti apakah segala sesuatu tercapai atau berjalan
sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan berdasarkan instruksi-instruksi
yang telah dikeluarkan, prinsip-prinsip yang telah ditetapkan. Pengawasan
bertujuan menunjukkan atau menemukan kelemahan-kelemahan itu. Pengawasan
beroperasi terhadap beberapa hal, baik terhadap benda, manusia, perbuatan
maupun hal- hal lainnya…”
Sedangkan Goerge R. Terry dalam bukunya Principles
of Management (Sarwoto, 2003:
93)mamberikan definisi pengawasan adalah: Merupakan sebagai proses untuk
mendeterminir apa yang dilaksanakan, korektif sedemikian rupa hingga
pelaksanaan sesuai dengan rencana.
Jadi secara singkat dapat dikatakan bahwa
pengawasan adalah semua aktifitas yang dilakukan oleh manajer untuk
membandingkan, mengoreksi, kejadian- kejadian dalam kenyataan dengan rencana-
rencana.
Pentingnya Pengawasan
Ada berbagai faktor yang membuat pengawasan
semakin diperlukan oleh setiap organisasi. Dan menurut Handoko (2000;
366) faktor-faktor tersebut adalah sebagai berikut:
1. Perubahan Lingkungan
Organisasi. Berbagai perubahan lingkungan organisasi terjadi terus menerus
dan tak dapat dihindari, seperti munculnya inovasi produk dan pesaing baru,
adanya peraturan pemerintah baru, dan sebagainya. Melalui fungsi pengawasan
manajer mendeteksi perubahan-perubahan yang berpengaruh pada barang dan jasa
organisasi, sehingga mampu menghadapi tangtangan atau memanfaatkan kesempatan
yang diciptakan perubahan-perubahan yang terjadi.
2. Peningkatan
Kompleksitas Organisasi. Semakin besar organisasi semakin memerlukan
pengawasan yang lebih formal dan hati-hati. Berbagai jenis produk harus diawasi
untuk menjamin bahwa kualitas dan profitabilitas tetap tetap terjaga, penjualan
eceran pada para penyalur perlu di analisa dan dicatat secara tepat;
bermacam-macam pasar organisasi, luar dan dalam negri, perlu selalu dimonitor.
Di samping itu organisasi sekarang lebih bercorak desentralisasi, dengan banyak
agen-agen atau cabang-cabang penjualan dan kantor-kantor pemasaran,
pabrik-pabrik yang terpisah secara geografis, atau fasilitas-fasilitas
penelitian yang tersebar luas. Semuanya memerlukan pelaksanaan fungsi
pengawasan dengan lebih efisien dan efektif.
3. Kesalahan-kesalahan.
Bila para bawahan tidak perna membuat kesalahan, manajer dapat secara sederhana
melakukan fungsi pengawasan. Tetapi kebanyakan anggota organisasi sering
membuat kesalahan-kesalahan memesan barang atau komponen yang salah, membuat
penentuan harga yang terlalu rendah, masalah-masalah didiagnosa secara tidak
tepat. Sistem pengawasan memungkinkan manajer mendeteksi kesalahan-kesalahan
tersebut sebelum menjadi kritis.
4. Kebutuhan Manajer
untuk mendelegasikan Wewenang. Bila manajer mendelegasikan wewenang kepada
bawahannya tanggung jawab atasan itu sendiri tidak berkurang. Satu-satunya cara
manajer dapat menentukan apakah bawahan telah menentukan apakah bawahan telah
melakukan tugas-tugas yang telah dilimpahkan kepadanya adalah dengan
mengimplentasikan sistem pengawasan. Tanpa sistem tersebut, manajer tidak dapat
memeriksa pelaksanaantugas bawahan.
Standar Pengawasan
Keeratan hubungan antara pengawasan dengan
perencanaan terutama disebabkan karena standar-standar yang diperlukan dalam
kegiatan pengawasan untuk bagian yang sangat besar ditentukan oleh perencanaan.
Standar adalah ukuran yang ditetapkan atas dasar
mana akibat yang benar-benar terjadi dapat dinilai. Standar tersebut
menunjukkan pernyataan atau tujuan dari perusahaan atau bagian daripada tujuan
dengan dasar mana tugas- tugas yang dilaksanakan dapat diukur.
Keseluruhan pengawasan dapat digolongkan
menjadi tiga bagian besar (Sarwoto 2003: 97) yaitu:
1. Standar fisik (non moneter) merupakan standar yang berhubungan
dengan pengukuran atas pelakasanaan kerja, biasa pada tingkat operasi dari
perusahaan di mana bahan- bahan digunakan, tenaga buruh dipakai, jasa- jasa
diberikan dan barang-barang diprodusir. Standar ini dapat kuantitatif sifatnya,
misalnya jam kerja buruh per menit produk, atau ukuran kuantitatif yang lain.
2. Standar biaya, merupakan pengukuran secara moneter, umumnya standar ini
terdapat dan diterapkan pada tingkatan- tingkatan operasional. Perusahaan mengaitkan nilai- nilai moneter
terhadap biaya-biaya operasi yang dilaksanakan. Hal yang mencerminkan standar
biaya misalnya biaya tenaga kerja per kesatuan yang diproduksi, atau per jam
kerja, biaya penjualan per unit dan lain-lain.
3. Standar- standar modal, ada macam-macam jenis standar modal, yang
semuanya muncul dari penerapan pengukuran moneter terhadap hal-hal yang
bersifat fisikal. Berhubungan dengan modal yang diinvestasi dalam perusahaan
dan bukan dengan biaya pengopersiannya.
Jenis-Jenis Pengawasan
Apabila kita memandang aktivitas-aktivitas
organisatoris sebagai suatu sistem yang menerima masukan, mentransformasinya
untuk menjadi sejumlah keluaran, maka kiranya jelas bahwa diperlukan
pengawasan-pengawasan manajerial yang berbeda-beda untuk masing-masing fase
sistem yang bersangkutan. Untuk menjelaskan hal tersebut, berikut adalah
jenis-jenis pengawasan yang dikemukakan oleh John A.Pearce dan Richard
R. Robinson Jr. (Sarwoto 2003: 99):
1. Pengawasan Umpan ke Muka
(feedforward control) juga dinamakan “pengawasan pengendalian” (stering
control) dan pengawasan pendahuluan (preliminary control). Merupakan
suatu pendekatan terhadap pengawasan yang menggunakan masukan- masukan terhadap
suatu sistem aktivitas- aktivitas organisatoris, sebagai alat untuk mengawasi
pencapaian sasaran- sasaran organisatoris. Manajer mengidentifikasi input-input
dini atau isu-isu dini para proses organisatoris, yang bersifat kritikal bagi
sukses proses yang bersangkutan. Maka mereka memusatkan upaya-upaya pengawasan
pada pemilikkan masukan-masukan terbaik, mencegah problem-problem sebelum
mereka muncul, dan memonitor perubahan.
2. Pengawasan Sewaktu Pekerjaan
Sedang Berlangsung (concurrent control). Sering disebut juga
pengawasan menskrining (Screening control) atau pengawasan ia/
tidak (yes/ no control) merupakan sebuah pendekatan terhadap
pengawasan dimana pengawasan itu dilaksanakan sewaktu pekerjaan sedang
berlangsung. Para manajer yang terlibat dalam pengawasan ini memusatkan
perhatian mereka pada hasil-hasil tahunan guna memonitor kemajuan organisatoris
yang dicapai dan apabila perlu segera dilakukan penyesuaian.
3. Pengawasan
Umpan Balik (Feedback contol) yang juga dinamakan pengawasan pasca operasi (post-action
control) merupakan pendekatan terhadap pengawasan yang memusatkan perhatian
pada output atau keluaran aktivitas-aktivitas organisatoris setelah produksi
atau operasi yang bersangkutan selesai dilaksanakan. Peranan pengawasan umpan
balik, pertama, ia menyediakan informasi bagi para manajer operasi. Kedua,
informasi ini yang diperlukan mereka untuk mengevaluasi efektifitas menyeluruh
aktivitas-aktivitas organisatoris untuk mana mereka bertanggung jawab. Ketiga,
menyesuaikan atau mengubah rencana-rencana perusahaan masa mendatang.
Fungsi Pengawasan
Dapat dipastikan bahwa teknik pengawasan feed
back yang paling penting dan yang paling sulit yaitu evaluasi hasil
pekerjaan (performance evaluation) untuk dapat menilai tingkat
produktivitas kerja karyawan. Hal tersebut sangat penting, mengingat bahwa manusia merupakan sumber daya
paling penting di dalam sebuah organisasi. Sering dikatakan bahwa: “manusialah
yang menyebabkan perbedaan-perbedaan”.
Pengawasan merupakan suatu alat penting untuk
mengkoordinasi aneka macam aktifitas kerja menuju pencapaian sasaran-sasaran
tertentu dan menurut Sarwoto (2003: 95) ada tiga (3) fungsi pengawasan
yaitu:
1. Fungsi pengawasan
mengatur keluaran sistem tertentu, dengan jalan mengukur atau membandingkan
hasil kerja nyata dengan hasil kerja yang dikehendaki untuk meningkatkan
produktivitas kerja karyawan.
2. Fungsi pengawasan juga
bertalian dengan persoalan alat-alat maupun tujuan. Umpan balik secara
berkelanjutan sehubungan dengan bagaimana aktivitas organisatoris dilaksanakan
adalah penting untuk stabilitas jangka panjang dalam mengangkat produktivitas
kerja karyawan.
3. Fungsi pengawasan dapat
kita nyatakan sebagai fase dari proses manajerial yang mempertahankan aktivitas
organisasi tertentu dalam batas-batas yang diperkenankan, yang diukur
berdasarkan standar pengawasan yang berlaku
seperti yang telah dijelaskan sebelumnya.
Disiplin Kerja
Dalam Hasibuan (2003: 193) mengatakan
kedisiplinan adalah operatif keenam dari Manajemen Sumber Daya Manusia.
Kedisiplinan merupakan fungsi operatif manajemen sumber daya manusia yang
terpenting karena semakin baik disiplin karyawan, semakin tinggi prestasi kerja
yang dapat dicapainya. Tanpa disiplin karyawan yang baik, sulit bagi organisasi
perusahaan mencapai hasil yang optimal. Kedisiplinan adalah kesadaran dan
kesediaan seseorang menaati semua peraturan perusahaan dan norma-norma sosial
yang berlaku. Kesadaran adalah sikap sesorang yang secara sukarela menaati
semua peraturan dan sadar akan tugas dan tanggung jawabnya. Jadi, dia akan
mematuhi/mengerjakan semua tugasnya dengan baik, bukan atas paksaan. Kesediaan
adalah suatu sikap, tingkah laku, dan perbuatan seseorang yang sesuai dengan
peraturan perusahaan, baik yang tertulis maupun tidak.
Indikator- Indikator Kedisiplinan
Pada dasarnya banyak indikator yang mempengaruhi
tingkat kedisiplinan karyawan suatu organisasi (Hasibuan; 2003:194)
diantaranya:
1. Tujuan dan Kemampuan
Tujuan dan kemampuan ikut mempengaruhi tingkat
kedisiplinan karyawan. Tujuan yang akan dicapai harus jelas dan ditetapkan
secara ideal serta cukup menantang bagi kemampuan karyawan. Hal ini berarti
bahwa tujuan (pekerjaan) yang dibebankan kepada karyawan harus sesuai dengan
kemampuan karyawan bersangkutan, agar dia bekerja sungguh- sungguh dan disiplin
dalam mengerjakannya.
2. Teladan Pimpinan
Teladan pimpinan sangat berperan dalam menentukan
kedisiplinan karyawan karena pimpinan dijadikan teladan dan panutan oleh para
bawahannya. Pimpinan harus memberi contoh yang baik, berdisiplin baik, jujur,
adil, serta sesuai kata dengan perbuatan. Dengan teladan pimpinan yang baik,
kedisiplinan bawahanpun akan ikut baik. Jika teladan pimpinan kurang baik (kurang berdisiplin), para bawahan pun
akan kurang disiplin.
3. Balas Jasa
Balas jasa (gaji dan kesejateraan) ikut
mempengaruhi kedisiplinan karyawan karena balas jasa akan memberikan kepuasan
dan kecintaan karyawan terhadap perusahaan/pekerjaannya. Jika kecintaan karyawan semakin baik terhadap
pekerjaan, kedisiplinan mereka akan semakin baik pula.
4. Keadilan
Keadilan ikut mendorong terwujudnya kedisiplinan
karyawan, karena ego dan sifat manusia yang selalu merasa dirinya penting dan
minta diperlakukan sama dengan manusia lainnya.
5. Waskat
Waskat (pengawasan melekat) adalah tindakan nyata
dan paling efektif dalam mewujudkan kedisiplinan karyawan perusahaan. Dengan
waskat berarti atasan harus aktif dan langsung mengawasi perilaku, moral,
sikap, gairah kerja, dan prestasi kerja bawahannya.
6. Sanksi Hukuman
Sanksi hukuman berperan penting dalam memelihara
kedisiplinan karyawan. Dengan sanksi hukuman yang semakin berat, karyawan
semakin takut melanggar peraturan-peraturan perusahaan, sikap dan prilaku
indisipliner karyawan akan berkurang.
7. Ketegasan
Ketegasan pimpinan dalam melakukan tindakan akan
mempengaruhi kedisiplinan karyawan perusahaan. Pimpinan harus berani dan tegas,
bertindak untuk memnghukum setiap karyawan yang indisiplinernya sesuai dengan
sanksi hukuman yang telah ditetapkan. Pimpinan yang berani bertindak tegas
menerapkan hukuman bagi karyawan yang indisiplinernya akan disegani dan diakui
kepemimpinannya oleh bawahan.
8. Hubungan Kemanusiaan
Hubungan kemanusiaan yang harmonis di antara
sesama karyawan ikut menciptakan kedisiplinan yang baik pada suatu perusahaan.
Hubungan-hubungan baik bersifat vertikal maupun horizontal yang terdiri dari direct
single relationship, direct group relationship, dan cross
relationship hendaknya harmonis.
Prestasi Kerja
Dalam Mangkunegara (2001: 67) istilah
kinerja berasal dari kata Job Performance atau Actual Performance
(prestasi kerja atau prestasi sesungguhnya yang dicapai oleh seseorang).
Pengertian kinerja (prestasi kerja) adalah hasil kerja secara kualitas dan
kuantitas yang dicapai oleh seorang pegawai dalam melaksanakan tugasnya sesuai
dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya. Prestasi kerja adalah hasil
kerja yang dicapai seseorang dalam melaksanakan tugas-tugas yang dibebankan
kepadanya yang didasarkan atas kecakapan, pengalaman, dan kesungguhan serta
waktu.
Penilaian Prestasi Kerja
Dalam Sihotang (2006: 186), Penilaian
prestasi pegawai sangat penting dilakukan secara periodik dan kontinyu untuk
mendapatkan informasi yang obyektif tentang prestasi setiap pegawai dalam
rangka pembinaan dan pengembangan karyawan maupun organisasi. Informasi yang
aktual tentang semua karyawan secara individu sangat mendasar dan prinsipil
untuk pelaksanaan perencanaan karier para karyawan.
Bagi pegawai yang prestasi kerjanya ternyata masih
di bawah standar tidak perlu takut karena justru dialah yang akan diutamakan
untuk mengikuti pelatihan, sedangkan para pekerja yang prestasinya sangat baik
dan menonjol, dapat dengan segera dipromosikan pada pekerjaan yang lebih tinggi
dan lebih bertanggung jawab.
Prestasi kerja karyawan yang selalu tersedia
datanya secara obyektif setiap periode / waktu tertentu sangat bermanfaat juga
bagi dinamika organisasi secara keseluruhan.
Evaluasi kinerja tiap pegawai di dalam suatu
organisasi sangat besar manfaatnya, baik bagi karyawan itu sendiri maupun bagi
perkembangan organisasi pada waktu yang akan datang, karena sumber daya manusia
yang ada dalam organisasi merupakan aset yang paling berharga bagi kelangsungan
hidup organisasi.