Sejarah Peradaban Islam
Pada abad pertengahan, dunia Islam sedang mengalami era keemasan. Di zaman itu – abad ke-7 hingga 13 M – peradaban Islam menguasai dunia. Kota-kota Islam, seperti Baghdad di Irak, serta Andalusia (Spanyol Islam) menjadi lautan ilmu pengetahuan dan peradaban. Berbagai ilmu pengetahuan muncul dan berkembang.
Kemajuan dunia Islam dalam berbagai bidang yang amat pesat itu sangat kontras dengan kondisi negara-negara yang ada di Barat. Kemajuan peradaban di dunia Islam akhirnya memberi pengaruh bagi kehidupan bangsa Eropa. Masyarakat Eropa yang menjadi penduduk asli Andalusia menggunakan bahasa Arab dan adat istiadat Arab dalam kehidupan sehari-hari.
‘’Pada masa itu, orang-orang Eropa pun berlomba-lomba bersekolah di perguruan-perguruan tinggi Islam,’’ tulis Ensiklopedi Islam. Menurut Dr Qasim Assamurai dalam Bukti-bukti Kebohongan Orientalis, masyarakat Eropa terhubung dengan pemikiran Islam melalui Spanyol, utamanya Toledo dan lewat Sicilia, Italia.
Saking besarnya pengaruh pemikiran dan peradaban Islam, tak sedikit raja-raja Spanyol yang hanya menguasai bahasa Arab. Sebut saja, Raja Peter I (wafat 1104 M) dan Raja Aragon. Bahkan, di saat menduduki tahta, papar Ensikolpedi Islam, Raja Alonso IV mencetak uang dengan memakai bahasa Arab.
|
Sejarah Peradaban Islam |
Di Sicilia pengaruh pemikiran dan peradaban Islam lebih besar lagi. ‘’Raja-raja Normandia yang memerintah sebagian besar Eropa dari pangkalan mereka di Sicilia meramaikan istana mereka dengan mengundang begitu banyak ilmuwan Muslim,’’ papar Dr Qasim. Raja Roger I, misalnya, mengumpulkan para filsuf, dokter, dan ahli-ahli Islam dari berbagai disiplin ilmu.
Bahkan, Raja Roger II menggunakan pakaian Arab sebagai pakaian kebesarannnya. Pengaruh Islam pada zaman itu juga masuk ke gereja-gereja, dengan munculnya ukiran dan tulisan-tulisan Arab di dinding-dindingnya. Bahkan, tren mode pakaian, wanita-wanita Kristen di Sicilia lebih meniru busana wanita Islam.
‘’Raja-raja Normandia telah menjadi emir-emir Timur yang dikelilingi para penyair dan filosof seperti para raja dan sultan Muslim,’’ tulis Hugh Trover Rober dalam The Rise of Christian Europe. Bahkan, kata Rober, bahasa Arab menjadi bahasa resmi dalam catatan administrasinya.
Malah Raja Frederik II yang dikenal sebagai ‘’Sultan Sisilian yang tak dibaptis’’ mulai mendirikan pusat penerjemahan. ‘’Ia menugaskan Michael Scott dan yang lainnya untuk menerjemahkan buku-buku berbahasa Arab ke dalam bahasa Latin,’’ papar Rober. Bahkan, di Sicilia dibangun Universitas Napoli dan menjadikan buku-buku yang ditulis para ilmuwan Islam sebagai rujukan utama.
Jika menilik pada pembagian periode tiga munculnya orientalisme, yang dimulai pada masa sebelum meletusnya Perang Salib, pada zaman itulah orientalisme sudah mulai berlangsung. Orientalisme pada periode sebelum Perang Salib juga dibuktikan dengan banyaknya pelajar dari berbagai penjuru Eropa, seperti Prancis, Inggris, Jerman, dan Italia yang datang untuk belajar ke dunia Islam.
Salah satu tokoh Katholik yang menuntut ilmu di dunia Islam adalah Paus Silvester II ( menjadi Paus dari 999-1003). Pada waktu mudanya, Ia bernama Gerbert d’Aurillac. Ia sempat belajar ke Andalusia. Selain itu, ada pula Adelard dari Bath (1107-1135) yang juga belajar di Andalusia dan Sicilia yang kemudian menjadi guru Pengeran Henry dan kelak menjadi raja di Inggris.
‘’Pada zaman inilah muncul orientalisme di kalangan masyarakat Barat,’’ tulis Ensiklopedi Islam. Di era itu, bahasa Arab menjadi bahasa yang harus dikuasai dan dipelajari dalam bidang ilmiah dan filsafat. Sejumlah perguruan tinggi di Eropa pun memasukan bahasa Arab sebagai bagian dari kurikulum, sehingga wajib diajarkan.
Perguruan tinggi yang mengajarkan bahasa Arab itu antara lain, Bologna di Italia pada 1076 M. Chartres di Prancis tahun 1117, Oxford di Inggris tahun 1167, dan paris pada tahun 1170. Masuknya pelajaran bahasa Arab dalam kurikulum telah melahirkan sejumlah penerjemah karya-karya dari dunia Islam ke dalam bahasa Latin, seperti Constantinus Africanus (wafat 1087), dan Gerard Cremonia (wafat 1187 M).
Pada fase pertama ini, orientalisme bertujuan untuk memindahkan ilmu pengetahuan dan filasafat dari dunia Islam ke Eropa. Menurut Ensiklopedi Islam, ilmu pengetahuan yang berkembang di dunia Islam itu kemudian diambil sebagaimana adanya.