Suatu perbuatan dikatergorikan sebagai pelanggaran terdapat dua pandangan yaitu menurut pendaoat pertama bahwa perbuatan yang menyatakan suatu perbuatan dianggap keliru apabila telah mencocoki larangan undang-undang, pendapat ini dinamakan pendirian formal sedangkan pendapat yang kedua yag disebut pendirian materiil bahwa semua perbuatan yang mencooki peraturan perundang-undangan bersifat melawan hukum bagi mereka yang dinamakan hukum bukan hanya undang-undang hukum tertulis sebab selain hukum tertulis terdapat pula norma-norma yang tidak tertulis yanga da pada masyarakat.
Vost adalah yang menganut paham materiil yang memformulasikan dengan perbuatan yang oleh masyarakat tidak diperbolehkan formula ini oleh Arrest HR.Nederland terkena dengan nama Lunde baum cohen arrest. Yang menyatakan perbuatan melawan hukum bukan saja bertentangan dengan wet tetapi dipandang dari pergaulan masyarakat yang dianggap tidak pantas.
Menurut Prof Moeljatno lebih baik mengikuti ajaran materiil. Terdapat dua hal yang membedakan pandangan formal dan materiil :
a. Pandangan material mengakui adanya pengecualian atau penghapusan dari sifat melawan hukumnya. Perbuatan menurut hukum yang tertulis dan yang tidak tertulis, sedangkan pandangan formal hanya mengakui pengecualian yang tersebut dalam undang-undang saja.
b. Dalam pandangan material sifat melawan hukum adalah unsur mutlak dari tiap-tiap perbuatan pidana, juga bagi yang dalam rumusannya tidak menyebut unsur-usnur tersebut. Sedang bagi pandangan formal sifat tersebut tidak selalu menjadi unsur daripada perbuatan pidana.
MR.E.PH Sutorius disebutkan bahwa dalam perbuatan pidana setidaknya ada norma, yaitu norma social dan norma hukum. Norma perilaku adalah aturan yang menentukan apakah perilaku manusia tertentu patut atau tidak. Perilaku dipengaruhi oleh banyak norma yang tidak tercantum dalam undang-undang, yang kadang-kadang tidak diakui oleh hukum dan bahkan tidak diungkapkan. Hanya sebagian dari norma-norma yang mengatur perilaku manusia adalah norma hukum, yaitu yang oleh pembentukan undang-undang dimaksudkan dalam ketentuan undang-undang dan diterapkan oleh hakim dalam persengketaan. Jadi, dalam norma perilaku atau norma material harus dibedakan antara norma yang dimajsudkan dan dimasukkan dalam undang-undang. Pelanggaran terhadap norma perilaku sekalipun itu norma hukum mereka tidak dapat dihalangi oleh berbagai system penegakan hukum yang ada, tetapi hanya di batasi oleh sanksi positif atau negative yang tersedia.
Terhadap norma hukum hakim mempunyai peranan khusus dalam menentukan apakah ketentuan pidana mengikat dan kalau mengikat apakah terdakwa telah melakukan suatu perbuatan pidana. Banyak norma hukum dituangkan dalam undang-undang. Ketentuan itu mempunyai fungsi penetapan norma dan fungsi penciptaan norma. Suatu undang-undang mempunyai fungsi penetapan norma jika norma yang ditetapkan itu sesuai engan norma social yang berlaku. Dan Undang-Undang mempunyai fungsi penciptaan jikalau norma hukum itu menyimpang dari norma social dan dengan demikian manusia akan berperilaku lain dari pada semula.
Norma perilaku adalah aturan yang menentukan apakah perilaku manusia tertentu patut atau tidak patut. Berdasarkan hal itu, orang dapat megetahui apa yang dia harapkan dari orang lain. Untuk suatu kehidupan bersama aturan, demikian mutlak diperlukan perilaku kita sehari-hari yang dipengaruhi oleh banyak norma yang tidak tercantum dalam undang-undang, yang kadang-kadang tidak diketahui oleh hukum, bahkan tidak diungkapkan. Hanya sebagian dari norma-norma yang mengatur perilaku manusa adalah norma hukum, yaitu yang oleh pembentuk undang-undang dimasukkan dalam ketentuan undang-undang dan diterapkan oleh hakim dalam persengketaan. Jadi, dalam norma perilaku atau norma materiil harus dibedakan dengan norma yang tidak dimasukkan dalam undang-undang antara norma social dan norma hukum.
Pelanggaran terhadap norma perilaku sekalipun itu norma hukum, adalah normal. Mereka tidak dapat dihalangi oleh berbagai system penegakan hukum yang ada, tetapi hanya dibatasi oleh sanksi positif atau negatif yang ada. Terhadap norma hukum, hakim mempunyai peranan khusus, yiatu berwenang untuk memutuskan berdasarkan norma hukum itu apakah harapan-harapan tertentu sah dan apakah perilaku-perilaku tertentu memenuhi atau tidak memenuhi harapan yang sah.
Banyak norma hukum dituangkan dalam ketentuan undang-undang. Ketentuan itu mempunyai dua fungsi, yait fungsi penetapan norma dan fungsi penciptaan norma. Suatu undang-undang mempuyai fungsi penetapan norma jika norma yang ditetapkan itu sesuai dengan norma social yang berlaku. Sebagai contoh yaitu pembunuhan.Menurut pendapat umum adalah tidak patut untuk membunuh sesame manusia. Ketentuan undang-undang yang mengancam dengan pidana suatu pembunuhan tidak mengubah norma social, tetapi hanya menguatkannya.
Undang-undang mempunyai fungsi penciptaan jika norma hukum itu menyimpang dari norma social sehingga manusia akan berperilaku lain dari semula. Contoh dapat ditemukan dalam hukum ketertiban yang dituangkan dalam undnag-undang khusus.Untuk itu, diperhatikan ketentuan undang-undang yang melindungi lingkungan.Perbedaan diatas penting untuk memeprtahakan norma-norma tadi. Mempertahankan ketentuan yang berfungsi penetapan norma lebih mudah daripada yang berfungsi penciptaan norma. Meskipun tidak selalu pencurian dipidana setiap orang tidak menyetujui pencurian akan tetapi jika pelanggaran terhadap peraturan lalu lintas ditindak secara konsekuen, anggota masyarakat tentu tidak akan mematuhinya lagi.
Perbuatan- perbuatan pidana menurut sistem KUHP terbagi atas kejahatan dan pelanggaran.Kejahatan merupakan perbuatan-perbuatan yang meskipun tidak ditentukan dalam undang- undang, sebagai perbuatan pidana, yang mana termasuk perbuatan yang bertentangan dengan tata hukum.Pelanggaran merupakan perbuatan- perbuatan yang bersifat melawan hukum.
Perbuatan pidana merupakan suatu perbuatan yang mana oleh suatu aturan hukum itu dilarang dan diancam pidana.Larangannya ditujukan kepada perbuatan dan ancaman pidananya ditujukan kepada orang yang menimbulkan kejadian tersebut.
Terdapat 3 cara dalam perumusan norma :
a. Diuraikan atau disebutkan satu persatu unsur-unsur perbuatan (perbuatan, akibat dan keadaan yang bersangkutan.
b. Tidak diuraikan, tetapi hanya disebutkan kualifikasi delik, misal 297. 351. karena tidak disebutkan unsurnya secara tegas, maka perlu penafsiran historis (contoh: penganiayaan, tiap perbuatan yang dilakukan dengan sengaja dan ditujukan kepada orang lain yang mengakibatkan sakit atau luka). Cara ini tidak dibenarkan karena memunculkan penafsiran yang berbeda-beda sehingga tidak menjamin kepastian hukum.
c. Penggabungan cara pertama dan kedua, misalnya pasal 124, 263, 338, 362, dll.
Sedangkan dalam kaitannya dengan sanksi, penempatan norma dan sanksi ada 3 (tiga) cara yaitu:
a. Penempatan norma dan sanksi sekaligus dalam satu pasal. Cara ini dilakukan dalam Buku II dan III KUHP kecuali pasal 112 sub 2 KUHP.
b. Penempatan terpisah, artinya norma hukum dan sanksi pidana ditempatkan dalam pasal atau ayat yang terpisah. Cara ini diikuti dalam peraturan pidana di luar KUHP.
c. Sanksi pidana talah dicantumkan terlebih dahulu, sedangkan normanya belum ditentukan. Cara ini disebut ketentuan hukum pidana yang blanko (Blankett Strafgesetze) tercantum dalam pasal 122 sub 2 KUHP, yaitu noramnya baru ada jika ada perang dan dibuat dengan menghubungkannya dengan pasal ini.
Suatu perbuatan bisa masuk dalam kategori pidana, apabila telah terklasifikasi dalam tindakan keliru atau tidak. Dalam hal ini ada dua pendapat :
a. Pendapat yang menyatakan bahwa suatu perbuatan dianggap keliru apabila telah mencocoki larangan undang-undang bagi mereka, melanggar hukum adalah melanggar undang-undang. Pendapat demikian dinamakan pendirian Material.
b. Adapun yang berpendapat bahwa belum tentu semua perbuatan yang mencocoki larangan undang-undang bersifat melawan hukum. Bagi mereka dinamakan hukum bukan hanya undang-undang (hukum tertulis), sebab selain hukum tertulis terdapat pula norma-norma (hukum tidak sendiri) yang berlaku dimasyarakat. Pendapat ini dinamakan pendirian materil.
Dalam buku hukum karangan Prof. DR. D. schaffneisher disebutkan bahwa dalam perbuatan pidana setidaknya ada norma social ( norma perilaku) dan norma hukum.
Norma perilaku adalah aturan yang menentukan apakah perilaku manusia tertentu patut atau tidak.Norma hukum yaitu perilaku manusia yang oleh pembentuk undang-undang dimasukkan dalam ketentuan undang-undang dan diterapkan oleh hakim dan persengketaan.